TRIBUNEWS.COM, MAKASSAR - Akhir pekan lalu, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan (68), di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta Pusat,Kamis (2/4/2014), mengungkapkan, lagi menunggu enam alumnus ternama dunia, Harvard University, untuk bergabung di Istana Kepresidenan.
Keenam orang itu, kata jenderal bintang empat dan menteri perindustrian (2000-2001) itu, segera bergabung Juli 2015 mendatang.
Profil dan portpolio keenam orang alumnus perguruan tinggi bergengsi di Negeri Paman Sam, bahkan dunia itu, belum diungkap Luhut.
Mendengar rencana Luhut, anggota DPR-RI asal Sulsel Akbar Faizal (47), membuat 'surat' khusus. "Kami, dan orang-orang yang ikut memenangkan Jokowi-JK dulu adalah alumnus universitas dari desa," kata Akbar, kepada Tribun, Minggu (5/4), mengkonfirmasikan surat yang sudah beredar di media sosial itu.
Akbar mengatakan, sejatinya surat yang ditulis di smartphone-nya, Sabtu (4/4) itu ditujukan kepada Yanuar Nugroho, satu dari lima deputi Kepala Staf Kepresiden, yang mulai berkerja di Gedung III Sekretariat Negara, sejak awal tahun ini.
Nantinya, keenam 'alumnus Harvard' itu akan melengkapi empat deputi Kestafpres; Darmawan Prasodjo (Deputi I Bidang Monitoring dan Evaluasi), Yanuar Nugroho (Deputi II Bidang Pengelolaan dan Kajian Program Prioritas), Purbaya Yudhi Sadewa (Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis),
Kemudian, Eko Sulistyo (Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi), dan terakhir Brigjen Andogo Wiradi (Deputi V Bidang Analisis Data dan Informasi Strategis)
Akbar mengaku, kaget jika surat yang dikirim di salah satu chat group, WhatsApp itu bererdar di sejumlah media sosial, sejak kemarin.
"Itu surat, sebenanrnya saya tujukan kepada Mas Yanuar Nugroho, di salah satu group yang ada dia, ada tujuh menteri, dan beberapa anggota DPR," ujar Akbar.
Apa isi surat anggota Fraksi Nasdem, yang kini berada di komisi III DPR itu? Berikut kutipan lengkapnya (dengan beberapa perbaikan typo text);
Saya sebenarnya pernah ingin mempersoalkan lembaga bernama Kastaf ini sebab sejujurnya "tak ada" dalam perencanaan kami di Tim Transisi dulu. Sekadar menginfokan ke Anda, Mas, bahwa Tim Transisi itu dibentuk Pak Jokowi untuk merancang pemerintahan yang akan dipimpinnya.
Tapi saya sungguh tak nyaman mempersoalkan itu sebab akan dituding macam- macam.
Misalnya, "Akh...karena AF (Akbar Faisal) kecewa tidak jadi menteri dan lain lain. Dan masih banyak lagi sebenarnya yang ingin saya pertanyakan.
Termasuk surat presiden ke DPR tentang Komjen (Pol) Budi Gunawan yang disusul kontroversi lainnya.
Kemana para pemikir Tata Negara di sekitar Pak Jokowi sekarang? Yang kudengar selanjutnya malah pengangkatan Refly Harun sebagai Komisaris Utama Jasa Marga.
Mungkin Bu Rini anggap Refly sangat paham soal Tol kerena setiap hari melalui macet --persoalan yang Pak Jokowi katakan dulu akan lebih mudah menyelesaikannya sebagai presiden ketimbang sebagai Gubernur DKI-- dari rumahnya (Refly) di Buaran sana.
Mas Yanuar, sebagai anggota DPR pendukung pemerintah dan Insyaallah punya peran (meski sangat kecil) terhadap kemenangan Jokowi -JK, saya ingin kalian di Istana fokus pada tugas yang lebih membumi.
Misalnya, jangan biarkan kami di DPR dihajar bagai sand zak (karung latihan tinju) oleh orang-orang Prabowo dalam kasus kebaikan tunjangan mobil pejabat, misalnya, hanya karena kalian tak mampu berkomunikasi dengan kami di DPR (atawa parpol pendukung).
Ini juga satu soal sendiri karena terbaca dengan kuat kalau kalian di ring 1 presiden kini sukses melakukan deparpolisasi dan atau gagal meyakinkan publik akan seluruh keputusan-keputusan presiden/pemerintah.
Soal sesepele ini tak perlu kualitas Harvard. Saya merasa mengenal beberapa orang di Istana Negara tempat Anda berkantor sekarang. Entah apa mereka (masih) mengenal saya sekarang. Tapi saya nggak memikirkannya.
Saya hanya minta kalian disana berhenti melakukan hal yang tak perlu seperti deklarasi soal Harvard yang akan masuk Istana itu.
Sekali lagi, saya sebenarnya tak perlu menulis panjang lebar seperti ini hanya untuk menanggapi soal Harvard ini.
Tapi saya harus lakukan sebagai berikut; menurutku kalian makin jauh dari seluruh rencana awal kita. Dan sayangnya, seluruh rencana awal itu saya pahami dan terlibat di dalamnya.
Saya sekuat mungkin berusaha menghindari kalimat-kalimat keras untuk memahami apa yang kalian lakukan di sana. Tapi sepak terjang kantor Mas Yanuar bernama Kastaf Kepresidenan itu makin jauh.
Terakhir, saya sarankan agar menahan diri dalam memberikan masukan ke presiden. Jangan racuni pikiran presiden yang polos ini dengan permainan yang dulu kami hindarkan beliau lakukan meski kadang gregetan lihat langkah-langkah tim Prahara.
Terkhusus dengan Pak Jusuf Kalla (JK), saya minta kalian berikan rasa hormat. Tanggal 9 Juli lalu, 53% penduduk Indonesia memilih Jokowi - JK dan bukan Jenderal Luhut Binsar Pandjaitan.
Apalagi Anda-Anda yang bergabung belakangan.
Selamat berakhir pekan.
Jakarta, Sabtu, 4 April 2015