TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini mendalami motif dan aliran uang yang diterima Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan Adriyansyah.
Adriyansah ditangkap KPK karena ketahuan menerima suap senilai Rp 500 juta dari pengusaha Direktur PT Maju Mitra Sukses Andrew Hidayat terkait usaha pertambangan di Kalimantan Selatan.
"Akan didalami motif penerimaan uang. Mau dikemanakan uang itu. Lalu itu pemberian uang yang keberapa kalinya," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, Jakarta, Selasa (14/4/2015).
Dari penyidikan sejauh ini, Adriyansah ternyata sudah menerima suap dari Andrew berkali-kali. Namun, KPK masih menelusuri apakah uang haram tersebut selalu diantarkan kurir Brigadir Satu Agung Krisdiyanto.
"Sejauh ini diketahui penerimaan uang oleh A sudah kesekian kali. Tapi belum diketahui sebelumnya kurirnya siapa. Apakah AK juga atau bukan," kata Priharsa.
Walau ditangkap bersama Adriyansyahb, AK sendiri telah dilepaskan. Lembaga antirasuah itu beranggapan belum memegang bukti kuat untuk menahan Agung.
"Yang penting itu motif penerimaan uang terkait apa.
Nanti AK tetap akan diperiksa lagi. Kemarin dilepas karena bukti belum cukup untuk penahanan 24 jam. Jadi nanti bisa diperiksa lagi, tidak menutup kemungkinan bisa jadi tersangka nantinya," tukas Priharsa.
Sekedar informasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang senilai Rp 500 juta saat operasi tangkap tangan anggota DPR RI dari PDI Perjuangan Adriyansyah di Hotel Swiss-Belresort Sanur, Bali, Kamis sore, pekan lalu.
Atas perbuatannya, KPK telah menetapkan Adriyansah dan Andrew sebagai tersangka.
Terhadap Adriyansyah, bupati Tanah Laut dua periode itu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana dibuah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Sementara Andrew disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana dibuah Undang-Undang Nomor Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.