TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang Buruh Migran Indonesia (BMI) Karni binti Medi Tarsim dieksekusi mati di Arab Saudi, Kamis (16/4/2015), pada pukul 10.00 waktu setempat.
Namun sebelum wanita asal Brebes itu dieksekusi, pemerintah Indonesia kembali tidak mendapat notifikasi dari otoritas setempat mengenai waktu dan tempat pelaksanaan eksekusi tersebut.
Alhasil, Kemenlu kembali melayangkan protes kepada negara Arab Saudi.
Berdasarkan keterangan dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia, begini kronologi kasus Karni terjadi:
1. Karni Bt. Medi Tarsim (lahir di Brebes, 10 Oktober 1977) merupakan BMI di Arab Saudi yang dipidana atas kasus pembunuhan terhadap seorang anak kecil bernama Tala Al Syihri (+4 tahun) pada 26 September 2012. Pembunuhan tersebut telah diakui oleh Karni dalam rangkaian persidangan di Pengadilan Arab Saudi.
2. Pada sidang tanggal 17 Maret 2013, Hakim Pengadilan Umum Yanbu telah menjatuhkan vonis hukuman mati qishas untuk pembunuhan serta vonis penjara 8 bulan serta hukuman cambuk 200 kali untuk tindakan percobaan bunuh diri yang dilakukan Karni. Vonis qishas ini kemudian dikuatkan oleh Mahkamah Banding pada tanggal 09 Januari 2014.
3. Sejak KJRI Jeddah memperoleh informasi mengenai kasus ini, Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah maksimal dalam memberikan perlindungan hukum dan mengupayakan pemaafan bagi Karni Bt. Medi Tarsim untuk membebaskanya dari ancaman hukuman mati:
Langkah hukum itu, menurut Direktur Perlindungan WNI Kemenlu Indonesia Lalu Muhammad Iqbal yakni dengan menugaskan pengacara Khudran Al Zahrani untuk memberikan pendampingan hukum kepada Karni bt Medi Tarsim dalam setiap persidangan sampai pada tingkat tertinggi.
Selain langkah hukum, pemerintah Indonesia juga melakukan langkah diplomatik, di antaranya yakni :
a. Menyampaikan surat dari Presiden RI kepada Raja Arab Saudi sebanyak 3 (tiga) kali untuk memintakan penundaan pelaksanaan hukuman mati guna memberi kesempatan untuk mengupayakan pemaafan dari pihak keluarga korban serta bantuan mediasi. Surat tersebut disampaikan 1 kali oleh Presiden SBY (17 September 2014) dan 2 kali oleh Presiden Joko Widodo (15 Januari 2015 dan 10 Februari 2015).
b. Menlu RI telah menyampaikan secara langsung dalam pertemuan dengan Wakil Menteri Luar Negeri pada Maret 2015, untuk membantu melakukan pendekatan kepada keluarga untuk memberikan pemaafan.
c. Duta Besar RI di Riyadh maupun Konsul Jenderal RI Jeddah berulang kali bertemu dengan pejabat tinggi yang berwenang di Arab Saudi untuk mengupayakan pembebasan maupun mediasi pemaafan bagi Karni.
d. KJRI Jeddah menyampaikan surat permohonan pemaafan keluarga Karni Bt. Medi Tarsim kepada Raja Arab Saudi dan pihak keluarga korban.
Sedangka Pendekatan informal dan bantuan sosial yang dilakukan pemerintah Indonesia terdiri dari :
a. KJRI Jeddah telah berungkali berupaya menemui Khalid Al Sihri, ayah korban, dan anggota keluarga lainnya, namun selalu ditolak dengan alasan mereka menutup pintu maaf karena kejinya pembunuhan tersebut.
b. Upaya pendekatan kepada keluarga korban juga dilakukan oleh Perwakilan RI melalui tokoh-tokoh masyarakat dan lembaga pemaafan.
c. Memfasilitasi kunjungan keluarga Karni sebanyak dua kali ke penjara Yanbu, yakni pada tanggal 19 Maret 2015 dan 23 Maret 2014 sekaligus untuk mengupayakan pemaafan dengan para ulama dan Ketua Lajnah Islah di Yanbu dan Madinah.
d. Pihak KJRI Jeddah sejak kejadian telah lebih dari 33 kali melakukan kunjungan kekonsuleran ke Penjara Yanbu dan Penjara Madinah dimana Karni ditahan.
e. Kementerian Luar Negeri secara rutin berkomunikasi dengan pihak keluarga Karni di Indonesia untuk menyampaikan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah RI.
Namun, Pada tanggal 16 April 2015 pukul 10.00 waktu setempat (14.00 WIB), lanjut Iqbal, Konsulat Jenderal RI di Jeddah menerima berita mengenai telah dilaksanakannya hukuman mati (qishas) terhadap seorang WNI bernama Karni Bt. Medi Tarsim.
Berita tersebut didapatkan dari Satuan Tugas Perlindungan WNI KJRI Jeddah yang berinisiatif untuk terus memantau penjara di Madinah dan Yanbu dimana terdapat WNI terancam hukuman mati berada.
"Padahal, satu hari sebelum dilaksanakannya hukuman mati, Karni yang sedang ditahan di penjara Madinah, telah dikunjungi oleh Konsul Jenderal RI Jeddah selama 1,5 jam, namun tidak diperolah informasi apapun mengenai kemungkinan dilakukannya hukuman mati, baik dari otoritas penjara maupun dari Karni," kata Iqbal.
"Pemerintah RI sekali lagi menyatakan penyesalan dan kekecewaannya bahwa Perwakilan RI baik di Riyadh maupun di Jeddah sama sekali tidak memperoleh informasi resmi mengenai waktu dan tempat pelaksanaan hukuman mati terhadap Karni Bt. Medi Tarsim," tegas Iqbal.
Selain itu, Kementerian Luar Negeri telah memanggil Duta Besar Arab Saudi di Jakarta untuk ke Kemlu pukul 19.30 hari ini.
"Dalam pertemuan tersebut disampaikan nota diplomatik mengenai kekecewaan Pemerintah Indonesia atas pelaksanaan hukuman mati tanpa adanya notifikasi resmi terlebih dahulu seperti lazimnya dalam hubungan internasional," Imbuh Iqbal.