TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejadian kecelakaan pesawat tempur F16 di Halim, Pembaretan Presiden Jokowi sebagai warga kehormatan tiga pasukan khusus TNI, serta kecelakaan anggota Paskas pada simulasi anti teror sesungguhnya tidak memiliki keterkaitan. Namun, ketiganya dalam posisi yang sama-sama memegang peran dan posisi penting pada Peringatan KAA ke-60. Hal ini dikatakan oleh Muradi, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Bandung
Diberitakan sebelumnya, pesawat tempur F16 tersebut dipersiapkan untuk mengamankan pelaksanaan KAA ke-60. Sementara Presiden Jokowi, selain sebagai kepala negara pengundang, Kamis (16/4/2015) kemarin, melakukan peninjauan kesiapan pelaksanaan KAA ke-60 di Bandung.
Sedangkan simulasi anti teror Paskhas adalah bagian dari pengamanan peringatan KAA ke-60. Sehingga tidak heran, menurutnya, kemudian publik internasional merasa bahwa hal ini terkait dengan pelaksanaan peringatan KAA ke-60 yang akan dihadiri oleh puluhan kepala negara dan pemerintahan.
"Terlepas dari Itu, ketiga kejadian tersebut memberikan sinyalemen bahwa TNI, institusi yang terkait dengan tiga kasus tersebut harus melihat sebagai bagian dari lampu kuning untuk melakukan perbaikan, khususnya berkaitan dengan postur dan alutsista," saran Muradi, Jumat (17/4/2015).
Diungkapkan, selama ini pengadaan Alutsista dilakukan dengan berbagai skema dalam MEF, baik pembelian baru maupun hibah. Kasus terbakarnya F16 yang merupakan satu dari pesawat tempur hibah yang direncanakan hingga 36 unit rekondisi.
Situasi tersebut, katanya lagi, dapat dipahami karena pesawat bekas pakai tersebut, meski telah direkondisi memiliki keterbatasan dan penyesuaian geografis dan kondisi cuaca.
Karena itulah membutuhkan perawatan dan pemeliharaan yang serius, karena biar bagaimanapun itu pesawat bekas pakai dengan kondisi cuaca dan geografis yang berbeda setelah puluhan tahun digunakan di negara asal.
Sementara simulasi anti teror yang melibatkan tiga pasukan khusus dari tiga matra tersebut juga ditenggarai menggunakan perakatan terbatas. Sehingga tingkat keselamatannya menjadi berkurang dan menyebabkan kecelakaan.
"Dengan pengangkatan Presiden Jokowi menjadi warga kehormatan pasukan khusus dari tiga matra tersebut harusnya dimanfaatkan untuk menegaskan bahwa modernisasi postur dan alutsista menjadi mutlak dilakukan. Menopang visi politik Presiden Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia," katanya.
"Apalagi dengan pengangkatan tersebut, hampir tidak ada pembatas antara TNI an Presiden Jokowi," tambahnya.
Sedangkan berkaitan Dengan persiapan kurang dari satu minggu untuk pelaksanaan Peringatan KAA ke-60, maka tidak ada cara lain bagi TNI untuk memastikan apakah memang masih ingin menggunakan F16 atau menggantinya dengan shukoi.
Sebab, kata Muradi lagi, memaksakan penggunaan F16 yang baru saja kecelakaan akan mengurangi perasaan aman dari para tamu negara yang hadir pada peringatan KAA ke-60 yang tengah memantau perkembangan penanganan keamanan bagi kepala negara dan pemerintahannya yang berencana hadir.
"Menurut hemat saya, terlepas dari keterbatasan pesawat tempur Shukoi yang kita miliki, namun menegaskan bahwa kita serius menanngani keamanan dengan sesegera mungkin mengganti pesawat tempur yang digunakan tersebut dengan yang lain. Ini bagian dari bentuk keseriusan kita dalam memastikan pengamanan pelaksanaan Peringatan KAA ke-60," Muradi menegaskan.