TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gempa bumi berkekuatan 7,9 skala richter mengguncang Nepal, Sabtu (25/4/2015). Akibat bencana itu, dilaporkan lebih dari tiga ribu orang meninggal dunia, dan ribuan orang pula yang mengalami luka-luka.
Namun, jumlah pastinya akan terus bertambah, seiring masih dilakukan pencarian.
Bencana tersebut juga membuat negara-negara sahabat berbondong-bondong mengirimkan bantuan, termasuk Indonesia.
Namun sejauh ini proses masih terkendala, karena segala akses di Nepal untuk melakukan interaksi dengan negara lain tidak bisa dilakukan.
Gempa membuat listrik mati dan melumpuhkan sebagian besar aktifitas negara di lereng Pegunungan Everest itu.
"Di sana juga airport tidak bisa, bukan ditutup, aksesnya memang tidak bisa, kita juga harapkan segera," kata Wakil Menteri Luar Negeri, AM Fachir di Kantor Kemenlu, Jakarta Pusat, Senin (27/4/2015).
Pemerintah Indonesia sendiri sedang mempersiapkan dua skema. Pertama yakni mengirimkan bantuan dan kedua evakuasi warga Indonesia (WNI) yang berada di sana. Tetapi untuk pengiriman bantuan, pemerintah Indonesia masih menunggu akses masuk.
Rencananya akan ada tim Search and Rescue (SAR) yaang dikirimkaan. Bersama mereka juga ada alat-alat darurat seperti tenda, obat-obatan dan kebutuhan lain.
Untuk mensukseskan rencana tersebut, Wamenlu mengatakan pemerintah Indonesia sedang berkoordinsi.
"Teman-teman dari Kementerian yang terlibat dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekarang sedang raapat," kata Fachir.
Tak hanya pengiriman bantuan, soal evakuasi pemerintah juga mendapat hambatan. Pasalnya tidak ada perwakilan RI di Nepal, hanya menunjuk Konsul Kehormatan.
Hal inilah yang mengakibatkan informasi keberadaan WNI di san simpang siur, atau Wamenlu menyebutnya 'dinamis'.
Terakhir, Minggu (26/4/2015 Kemenlu RI baru bisa memastikan 49 orang warga Indonesia berada di negara itu. 18 merupakan WNI yang berstatus residence atau menetap, 31 sisanya melakukan kunjungan ke Nepal.
Dari para WNI terdata itu, sebagian sudah bisa dihubungi dan lainnya masih berusah dihubungi.
"Kita juga mencoba mengerahkan semua saluran, termasuk misalnya ketika keluarga terkait sudah bisa berkomunikasi nah itu kita mohon disampaikan ke kemenlu," kata Fachir.