TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terancam tidak bisa ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2015, adalah karena ulah Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, yang terburu-buru mengambil keputusan.
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Veri Junaedi mengatakan Yasonna terburu-buru mengeluarkan keputusan yang mendukung kubu Agung Laksono untuk Partai Golkar, dan mendukung Romahurmuziy untuk PPP, alhasil kubu yang berseberangan pun menggugat keputusan Yasona ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Padahal Undang-undang nomor 2 tahun 2011 mengatur kubu yang tidak puas dengan keputusan Mahkamah Partai, masih bisa mengajukan gugatan ke pengadilan umumn dengan lama proses maksimal 90 hari. Sedangkan di PTUN prosesnya bisa bertahun-tahun.
"Konflik partai politik dibawa ke PTUN ini kan karena Menkumham terburu-buru mengeluarkan keputusan," kata Veri dalam diskusi yang digelar di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta Pusat, Selasa (28/4/2015).
Gugatan yang diajukan kubu Suryadharma Ali atas keputusan Yasona yang mendukung Romahurmuziy pun dimenangkan pengadilan, sehingga Yasona harus banding. Sedangkan gugatan yang diajukan kubu Aburizal atas keputusan yang mendukung Agung, masih disidangkan di PTUN.
Ia berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) kedepannya bisa lebih hati-hati mengambil keputusan, dengan memastikan hak hukum pihak terkait terpenuhi sebelum sebuah keputusan diambil.
"Kangan sampai terjebak dalam persoalan konflik yang sama seperti Menkumham, KPU tunggu saja sampai ada putusan pengadilan," kata Veri
Dengan berpegang pada aturan, menurut Veri, KPU akan memiliki kepastian hukum dalam menentukan kubu mana yang berhak mencalonkan kepala daerah.