TRIBUNNEWS.COM - Novel Baswedan adalah salah satu penyidik berprestasi di KPK. Dia berperan mengungkap kasus korupsi skala besar, seperti suap wisma atlet SEA Games atau korupsi pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas Polri.
Saat menangani kasus korupsi Korlantas Polri, tiba-tiba kasus dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet pada 18 Februari 2004 kembali diungkit Polri. Saat itu, Novel yang berpangkat inspektur satu dan menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu menangkap enam orang yang diduga sebagai pencuri. Namun, penangkapan itu berujung pada penganiayaan para pencuri di Pantai Panjang, Bengkulu. Seorang pencuri tewas, lima orang tertembak di kaki.
Terkait penganiayaan itu, beredar dua versi. Menurut Polri, Novel bertanggung jawab karena berada di lokasi saat penganiayaan dilakukan, bahkan diduga ikut menganiaya. Tetapi, tim kuasa hukum Novel menegaskan, Novel tidak ada di Pantai Panjang. Ia cuma dilapori anak buahnya.
SBY dan Sutarman
Ketidakterlibatan Novel terlihat dari karier berikutnya. Pangkat Novel dinaikkan dua kali hingga berpangkat komisaris. Ia juga ditugaskan di KPK. Saat itu, menurut mantan Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutarman, penugasan itu merupakan jenjang promosi jabatan (Kompas, 9/10/2012).
Pada Oktober 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, proses hukum atas Novel tidak tepat dari segi waktu dan cara.
Kini, ketika kasusnya diungkit lagi, Novel tetap siap. Saat surat panggilan pemeriksaan kepada dirinya kembali dilayangkan, Novel mengatakan kepada pimpinan KPK siap datang.
Dia tetap tenang. Saat ditawari pengawalan, Novel pun menolak. Dia sering terlihat di pelataran parkir motor KPK saat malam hendak pulang seusai bertugas.
Ke mana kasus ini berujung sangat bergantung pada relasi Polri, institusi lama Novel, dengan KPK, tempat Novel mengabdi kini. (SAN/BIL)