TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Kuasa Hukum Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan meminta kepada Polri segera meminta maaf kepada kliennya dan keluarganya melalui pemasangan baliho.
Pemasangan baliho berukuran besar harus ditempelkan menghadap ke jalan raya tepat di depan kantor polisi. Hal tersebut dianggap supaya semua masyarakat dapat melihatnya secara langsung.
"Paling penting ada permintaan maaf kepada Novel Baswedan dan keluarganya. Baliho harus ditempel oleh polisi di kantornya menghadap jalan supaya mayarakat lihat dan menjadi pelajaran bagi Polri," ujar salah satu kuasa hukum Novel, Muji Kartika Rahayu kepada wartawan seusai mengajukan permohonan sidang pra peradilan di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan, senin (4/5/2015).
Dijelaskan, baliho itu sebaiknya berisikan tulisan bahwa 'Kepolisian RI memohon maaf kepada Novel Baswedan dan keluarganya atas penangkapan dan penahanan yang tidak sah'.
Sekitar pukul 14.00 WIB tadi, Muji beserta beberapa anggota pengacara Novel Baswedan lainnya resmi mendaftarkan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan.
Gugatan praperadilan tersebut sudah terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor register 37/pid.prap/2015/PN.Jak.Sel.
Menurutnya, penangkapan terhadap kliennya bukan bertujuan untuk penegakan hukum. Penangkapan dan penahanan didasarkan atas kasus yang disangkakan kepada Novel Baswedan atas nama korban Mulya Johani alias Aan dengan sangkaan Pasal 351 ayat 1 dan 3.
Namun, kata dia, yang dijadikan dasar dalam melakukan penangkapan justru Surat Perintah Penyidikan lain yang memuat Pasal yang berbeda yaitu Pasal 351 ayat (2) dan Pasal 442 Jo. Pasal 52 KUHP.
Selain itu, Muji menyebutkan, perintah penangkapan dan penahanan yang dikeluarkan Kabareskrim dianggap tindakan yang bertentangan. Ia menilai, hanya penyidik yang berwenang, sedangkan Kabareskrim bukan penyidik dari kasus Novel.
"Dasar dikeluarkannya surat perintah penangkapan dan penahanan salah satunya adalah Surat Perintah Kabareskrim No. Sprin/1432/Um/IV/2015/Bareskrim tertanggal 20 April 2015.
Dengan alasan itu, sebutnya, dianggap tak lazim karena dasar menangkap dan menahan adalah Surat Perintah Penyidikan.
"Kabareskrim bukan bagian dari penyidik yang ditunjuk untuk melakukan penyidikan," ujarnya.