TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permasalahan penegakan hukum di Indonesia belum kelar. Pemberantasan korupsi masih berjalan terseok-seok, keadaan itu diperburuk dengan konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri. Ditengah-tengah permasalahan itu, masyarakat justru disibukkan oleh isu prostitusi.
Sekretaris Umum Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Pdt. Gomar Goeltom, dalam diskusi "Presiden Diabaikan: Saatnya Reformasi Total Kepolisian Untuk Selamatkan Demokrasi," di gedung PGI, Jakarta Pusat, Rabu (13/5/2015), mengaku curiga isu prostitusi sengaja digulirkan untuk mengalihkan perhatian masyarakat.
"Apa sih urgensinya kita mengurusi PSK (Pekerja Seks Komersil) ? sampai-sampai Wapres (Jusuf Kalla) ikut-ikutan mengurus PSK. Saya bukan penggemar PSK, tapi yang dilakukan ini kan tidak ada apa-apanya," katanya.
Isu prostitusi ini marak salah satunya karena petugas Polres Metro Jakarta Selatan pada Jumat lalu (8/5), mengamankan seorang artis berinisial AA, serta sang mucikari yang berinisial RD. Sang artis yang diamankan Polisi itu, diketahui memasang tarif Rp 80 juta sekali kencan.
Sedangkan RD kepada wartawan sempat mengakui ada anggota DPR yang sempat menjadi pelanggan dari gadis-gadis binaannya.
Namun ia tidak berani mengungkapkan identitas anggota DPR yang dimaksud. Akan tetapi dalam kesempatan wawancara dengan TV swasta pada Selasa pagi, RD menyangkal keterangannya itu.
Sebelum kasus AA, kasus prostitusi juga terungkap setelah Deudeuh Alfi Syahri alias Empi (26) yang diketahui berprofesi sebagai pekerja seks, diketemukan tewas di kamar kost nya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, pada 11 April lalu.
Pdt. Gomar juga mengaku curiga bila isu prostitusi ini sengaja digulirkan sebagai "pemanasan," sebelum mengkriminalkan seseorang terkait kasus prostitusi.
"Atau mau ada orang-orang yang mau dikriminalkan melalui PSK," ujar Pdt. Gomar.
Selain soal penegakan hukum, kata dia yang kini menjadi penyebab kegaduhan masyarakat adalah hasil kerja pemerintah yang belum juga kunjung terlihat, walau pun sudah enam bulan bekerja. Kondisi ekonomi pun malahan memburuk saat ini.
"Indikator ekonomi mirip seperti di (jaman) orde baru (menjelang krisis moneter. Inflasi, rupiah, itu mirip kekhawatiran ini keadaan mau seperti (tahun) 98," ujarnya.