TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Segera setelah dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Badan Keamanan Laut RI (BAKAMLA RI) pertama, Laksamana Madya Maritim DR Desi Albert Mamahit M.Sc langsung melakukan declare operasi patroli penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia dengan nama sandi Nusantara V dan VI, Rabu (27/5/2015).
Dalam penjelasannya kepada wartawan di Kantor Pusat Bakamla di Jakarta, dikatakan operasi penegakan hukum ini sudah dilakukan sejak Januari 2015 dengan nama sandi Nusantara. Ini merupakan amanat UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan PerPres No. 178 Tahun 2014 tentang Bakamla RI. Dalam deklarasi operasi merupakan bentuk nyata dari fungsi Bakamla RI sebagai single agency multitask – badan tunggal dengan berbagai fungsinya, termasuk mendukung kebijakan Presiden RI untuk penanganan pengungsi Rohingnya.
“Bakamla RI mendukung pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Oleh karena itu, sebagai bangsa, mindset masyarakat Indonesia harus berubah. Dengan operasi ini ingin dinyatakan pula bahwa laut dalam yurisdiksi Indonesia adalah perekat kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan bukan pemisah antar pulau di seluruh nusantara. Selain itu, agar dunia internasional mengetahui tentang posisi ini, Bakamla RI akan disebut pula dengan nama Indonesia Coast Guard yang penting untuk pergaulan dunia internasional serta tidak ada dikotomi pengertian di dalam negeri,” ujar Mamahit, yang didamping Konsultan Komunikasi AM Putut Prabantoro.
Untuk mendukung operasi penegakan hukum itu, Bakamla melakukan penguatan Sistem Peringatan Dini (SPD) Keamanan dan Keselamatan Laut. Dengan pemanfaatan teknologi sistem peringatan dini tersebut, menurut Mamahit, operasi penegakan hukum Bakamla harus berjalan efisien serta efektif.
“Dalam operasinya, Bakamla tidak akan melakukan gergaji laut, yakni istilah operasi laut yang dilakukan secara tradisional tanpa memanfaatkan teknologi. Operasi sistem gergaji laut akan berjalan tidak efisien dan tidak efektif karena lebih mengutamakan patroli secara fisik yang memerlukan banyak BBM. Sementara dengan sistem peringatan dini, patroli akan dilakukan lebih efisien. Kapal patroli bergerak setelah ada dteksi pelaku illegal dan tentu hasilnya akan lebih efektif,” ujar Mamahit.
Dijelaskan lebih lanjut, penguatan SPD ini dengan radar jarak jauh dan satelit sebagai pendukung operasi. SPD ini akan mendukung operasi Bakamla sepanjang tahun dan khusus, baik yang bilateral ataupun multi lateral. Didukung berbagai instansi yang terkait, operasi yang sudah dilakukan sejak Januari ini bersifat filling the gap. Dengan pengaturan seperti itu, diharapkan tidak ada lagi kekosongan wilayah operasi di perairan Indonesia dan di wilayah yurisdiksi Indonesia.
“Operasi ini sudah dilakukan sejak Januari dengan sandi Nusantara. Kapal-kapal patroli terdiri dari unsur-unsur patroli seperti Bakamla, TNI AL, Polair, BC, KPLP, dan PSDKP dan sekaligus personilnya. Kami yakin dengan kekuatan itu tugas penjagaan dan pengawasan terhadap keamanan, keselamatan dan penegakan hukum di laut dilakukan secara efektif, efisien dan responsif. Dalam lima tahun ke depan diperkirakan Bakamla akan memilik 30-40 kapal patroli. Bahkan di Batam akan dibuat kapal berukuran 110 meter agar patroli dapat menjangku Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE),” ujar Mamahit.
Dipastikan oleh Mamahit bahwa, dalam operasi tersebut, proses hukum yang berjalan tuntas agar kepastian hukum dicapai tanpa bertele-tele prosesnya. Dengan kepastian hukum yang tuntas, para pengguna laut diberi jaminan dapat melakukan kegiatannya secara aman dan nyaman.
Disinggung pula oleh Mamahit bahwa pada tahun ini Bakamla akan mendirikan Akademi Keamanan dan Keselamatan Laut (AKKL) di Surabaya sebagai langkah serius pemerintah mendidik generasi muda bangsa Indonesia untuk memenuhi kebutuhan negara akan insan penjaga keamanan dan keselamatan laut yang non struktural.