Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat Patutie
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korusi (KPK) Novel Baswedan merasa difitnah lewat bukti surat palsu yang diserahkan tim hukum Mabes Polri dalam sidang gugatan praperadilan.
Ia tak tahu lagi harus mengadu dan menindaklanjuti ke mana surat palsu tersebut. "Untuk upaya hukum, saya akan melapor ke mana?" tanya Novel usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (5/6/2015).
Novel menganggap bakal sia-sia jika persoalan surat palsu dilaporkan ke pihak kepolisian. Alasannya, surat palsu diberikan tim hukum Mabes Polri selaku termohon dalam sidang praperadilan yang dimohonkan Novel.
"Kalau saya melaporkan kepada orang (Mabes Polri, red) yang menyampaikan (surat palsu, red), saya kira adalah hal yang sia-sia," tegas Novel sambil berharap tidak ada lagi pihak-pihak yang menyampaikan bukti surat dengan cara ilegal.
Novel menyayangkan pemalsuan bukti surat yang diserahkan termohon dalam persidangan. Menurut dia, tim hukum Mabes Polri berniat melakukan penggiringan opini untuk mengecoh fakta persidangan lewat surat palsu.
"Itu merupakan kebohongan. Saya tidak pernah menerima. Itu adalah surat palsu dan kebohongan dalam proses persidangan. Saya khawatir ini upaya penggiringan opini untuk mengecoh fakta," imbuh Novel.
Bukti surat yang disodorkan tim hukum Mabes Polri menyebut Novel pernah ditahan selama tujuh hari, saat menjabat Kasatreskrim Polres Bengkulu. Waktu itu ia menyidik tersangka kasus pencurian sarang burung walet pada November 2004 silam.
Surat tersebut juga tercatat dalam dokumen kepegawaiannya sewaktu ia berdinas di sana. Tapi, Novel memastikan surat itu tidak ada. Surat asli yang dimilikinya tertanggal 25 Juni 2004, sedangkan surat tim hukum Mabes Polri tertanggal 2 November 2004.
"Saya memimta kepada hakim dari mana bukti palsu itu diterima? Karena saya mempunyai bukti asli itu," kata Novel sambil menunjukkan surat asil yang dipegangnnya kepada wartawan.