Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masih dilanda konflik dualisme kepengurusan. Mukmatar Surabaya dipimpin oleh Romahurmuziy. Sedangkan Muktamar Jakarta diketuai Djan Faridz.
Politisi PPP Syaifullah Tamliha tidak yakin partai berlambang Kabah itu dapat dengan segera islah.
"Seperti minyak dengan air. Saya bicara apa adanya. Saya mau mencalonkan gubernur pusing juga," kata Tamliha di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/6/2015).
Ia melihat kader PPP di daerah mulai frustasi karena persoalan tidak bisa diselesaikan oleh kedua ketua umum tersebut. Anggota Komisi I DPR itu mengingatkan Djan dan Romi akan berdosa besar jika PPP tidak bisa mencalonkan kadernya menjadi kepala daerah di Pilkada serentak karena bertentangan dengan UU Parpol.
"Jangan sampai PPP tidak bisa ikut pilkada. Jadi dua-duanya berdosa," tuturnya.
Tamliha berharap kedua kubu memperhatikan nilai perjuangan PPP yang mengedepankan musyawarah. Apalagi orang yang masuk PPP berniat untuk ibadah.
"Jangan sampai bertengkar. Konflik pendapat jangan sampai berakibat konflik personal. Musyawarah jalan terbaik," katanya.
Solusinya, kata Tamliha, kepengurusan kedua kubu menjadi satu. Dapat pula menggelar muktamar luar biasa sehingga penyelesaian konflik lebih elegan. "Kalau perlu 1000 orang jadi pengurus. Saya tidak tahu petimbangan mereka tidak tahu kenapa tidak mau muktamar luar biasa," imbuhnya.