News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polri Vs KPK

Bambang Widjojanto Cabut Gugatan Praperadilan

Editor: Gusti Sawabi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BUKAN REKAMAN - Sejumlah LSM dan organisasi masa yang tergabung dalam kelompok masyarakat sipil Sapu Koruptor melakukan jumpa pers di kantor LBH, Jalan DI Ponogoro, Mententeng, Jakarta Pusat, Minggu (7/6). Mereka mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meminta KPK segera menghadirkan rekaman terkait upaya pelemahan KPK yang merupakan kunci adanya konflik kepentingan dalam kriminalisasi terhadap para Komisioner KPK non aktif, Abraham Samad, Bambang Widjojanto serta penyidik KPK, Novel Baswedan. Warta Kota/Henry Lopulalan

Tribunnews.com, Jakarta - Wakil Ketua nonaktif KPK Bambang Widjojanto Senin (15/6/2015) mencabut gugatan praperadilan yang diajukannya terhadap Polri di PN Jakarta Selatan. Hari ini seharusnya menjadi hari perdana sidang gugatan itu.

"Hari ini, seharusnya sidang perdana dengan agenda membacakan permohonan praperadilan. Tapi, usai mempertimbangkan berbagai aspek serta atas persetujuan dari klien kami (Bambang Widjojanto), penasihat hukum menyatakan mencabut permohonan praperadilan," ujar salah satu kuasa hukum Bambang, Abdul Fickar Hadjar melalui siaran persnya, Senin pagi.

Alasan pencabutan gugatan karena Bambang dan tim hukumnya menilai, sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan dibajak untuk melawan gerakan antikorupsi. Penilaian ini muncul bukan tanpa alasan. Pihak kuasa hukum Bambang telah mengkaji putusan-putusan sidang praperadilan, mulai dari Budi Gunawan, Hadi Purnomo, Ilham Arief Siradjuddin hingga Novel Baswedan.

Abdul Fickar Hadjar menyebut, ada skenario yang akan memenangkan satu pihak. "Penasihat hukum memandang praperadilan di PN Jakarta Selatan telah dibajak menjadi ajang arus balik gerakan antikorupsi," ujar dia.

Bambang dan tim hukumnya mendorong agar Mahkamah Agung segera bersikap, yakni dengan membuat standar dan hukum acara yang jelas terkait praperadilan. Langkah tersebut dapat ditempuh MA dengan mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) atau Peraturan Mahkamah Agung (PERMA). Dengan demikian, diharapkan praperadilan tidak hanya menjadi 'stempel' untuk melegalkan proses hukum yang diduga kuat penuh dengan pelanggaran.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini