News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dana Aspirasi, Senjata Politik Wakil Rakyat

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat mendapat sorotan publik. Kali ini terkait hak baru mereka untuk mengusulkan program pembangunan di daerah pemilihan. Hak yang ditengarai akan dijadikan "senjata" politik kala pemilihan umum mulai mendekat.

Hak mengusulkan program pembangunan di dapil sebenarnya "daur ulang" dari usulan Fraksi Partai Golkar pada 2010. Saat itu, Fraksi Golkar mengusulkan adanya dana pembangunan sebesar Rp 15 miliar untuk setiap anggota DPR. Anggaran itu dimaksudkan untuk membiayai pembangunan di setiap daerah pemilihan (dapil) anggota DPR.

Namun, usulan itu gagal direalisasikan karena banyaknya penolakan, baik dari publik maupun pemerintah.

DPR tidak menyerah. Jelang memasuki periode 2014-2019, DPR ingin merealisasikan gagasan lama itu dengan kemasan baru. Melalui revisi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), hak mengusulkan program pembangunan di dapil dibakukan.

Hak tersebut juga turut dibakukan melalui peraturan turunan, seperti Pasal 11 Huruf j Tata Tertib DPR Periode 2014-2019 serta peraturan DPR yang saat ini sedang dibahas di Badan Legislasi dan menurut rencana akan disahkan 23 Juni mendatang.

Berbagai alasan disampaikan terkait dengan munculnya hak yang akan dibebankan ke Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 itu. Dalih yang paling banyak digunakan adalah untuk membantu perencanaan pembangunan.

"Program ini untuk menjaga prinsip keadilan dan pemerataan di setiap dapil. Dengan program ini, aspirasi rakyat dipastikan terakomodasi dalam perencanaan pembangunan," kata Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan.

Namun, tidak dimungkiri, anggota DPR justru akan mendapat banyak keuntungan dari hak mengusulkan program pembangunan ini. Khususnya untuk dijadikan senjata politik dan alat kampanye di dapil masing-masing. Apalagi, pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak putaran pertama akan diadakan Desember 2015. Sejumlah anggota DPR ada yang ikut mencalonkan diri dalam pilkada tersebut. Hak mengusulkan program pembangunan ini akan memberi wakil rakyat amunisi untuk membangun citranya di depan konstituen.

Wakil Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Abdul Kadir Karding mengakui, hak itu memang berpotensi menjadi alat politik untuk menarik dukungan rakyat. "Kami kerja memang untuk mendapat dukungan politik dari rakyat di dapil. Jika kami mendapat manfaat dari mengusulkan program pembangunan, saya tidak memungkiri hal itu," katanya.

Hal senada dikatakan Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo. Sebagai anggota Komisi III yang membidangi hukum dan hak asasi manusia, Bambang mengeluhkan sulitnya menemukan insentif yang tepat untuk ditawarkan atau dibagikan kepada konstituen di dapilnya.

"Anggota DPR dari Komisi IV (bidang pertanian), misalnya, lebih enak. Mereka kalau ke dapil bisa membawa pupuk atau mesin traktor untuk dibagikan kepada rakyat. Saya dari Komisi III, mau kasih apa ke dapil saya? Bawa-bawa polisi, hakim, dan jaksa ke daerah? Kan, tidak mungkin, he-he-he," tutur Bambang.

Menurut Bambang, hal itulah yang menginspirasi pimpinan DPR agar setiap anggota DPR mendapat kesempatan yang sama untuk memenuhi kebutuhan konstituennya. "Dengan hak ini, dapil saya juga bisa bangga, merasa punya anggota DPR yang bisa membantu mereka dalam bentuk konkret, yaitu proyek pembangunan," katanya.

Persaingan internal

Oleh karena rawan dijadikan senjata politik, hak mengusulkan program pembangunan di dapil ini dikhawatirkan justru akan menimbulkan persaingan di internal DPR. Sebab, satu daerah pemilihan tidak hanya memiliki satu anggota DPR. Sebagai contoh, ada 21 anggota DPR yang mewakili Provinsi DKI Jakarta. Mereka tentu akan saling bersaing untuk mengusulkan dan memperjuangkan programnya.

"Konflik akibat perebutan klaim sukses di antara anggota DPR dalam dapil yang sama tidak terhindarkan. Ada 560 anggota DPR. Tentu tidak mudah memutuskan kebijakan anggaran yang adil dan proporsional di tengah kuatnya egoisme anggota untuk terpilih lagi dalam pemilu berikutnya," kata Wakil Ketua Fraksi PDI-P Arif Wibowo.

Apa pun dalihnya, program pembangunan dapil telah marak dibicarakan. Publik keberatan. Uji materi terhadap UU MD3 telah direncanakan sejumlah pihak. Lima tahun lalu, pemerintah berani menolak program ini. Bagaimana tahun ini? (Agnes Theodora W)

* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Juni 2015 dengan judul "Senjata Politik Wakil Rakyat".

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini