TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bekas Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN), Dahlan Iskan, mengakui tentang pengadaan tanah fiktif saat pembanguan proyek Gardu Induk listrik untuk wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Melalui kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan Dahlan membubuhkan tanda tangannya pada surat tanggungjawab mutlak soal pembebasan tanah karena mempercayakannya pada Pejabat Pembuat Komitmen (P2K).
"Memang ada yang tidak ada. Tetapi itu kan diketahui belakangan. Pak Dahlan sendiri sebagai Dirut PLN itu kan menerima laporan dari bawahan oleh P2K . P2K itu sudah membuat pakta integritas. Jadi sebagai seorang top manajemen, tentu tidak dapat memeriksa ke lapangan," ujar Yusril di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Selasa (16/6/2015).
P2K, lanjut Yusril, membuat keputusan berdasarkan pada bukti formil dan tidak pada bukti materil di lapangan. Sementara laporan dari bawah, tanah tersebut sudah selesai. Dahlan sebagai top managemen, tidak mungkin mengecek satu per satu kondiri ril di lapangan apakah tanah tersebut benar telah dibebaskan.
"Jadi kalau laporan itu sudah ditandatangani oleh pejabat yang menjadi tanggungjawab, sudah dipercaya oleh Pak Dahlan," beber Yusril.
Sebelumnya, Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat senilai Rp 1,063 trliun oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Sebelum Dahlan, Kejaksaan sudah lebih dulu menetapkan 15 bekas anak buah Dahlan sebagai tersangka. Satu tersangka sudah manjadi terdakwa dan sudah masuk ke persidangan. Sedangkan, sembilan tersangka lainnya masih dalam proses pelimpahan perkara ke pengadilan
Seluruh tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaiman telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.