Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan bos PLN, Dahlan Iskan sudah berstatus tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan gardu listrik di Jawa, Bali dan NTB dalam perkara yang disidik oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Lalu atas penetapan statusnya sebagai tersangka, akankah Dahlan berniat mengajukan praperadilan? Saat dikonfirmasi ke kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra mengatakan pihaknya belum berfikir untuk mengajukan pra peradilan.
"Belum, kami pelajari dulu. Kalau memang alasannya cukup, akan kami ajukan," kata Yusril usai mendampingi pemeriksaan Dahlan sebagai saksi korupsi pengadaan mobil listrik di Kejagung, Rabu (17/6/2015).
Yusril menambahkan ia akan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengambil setiap langkah hukum pasalnya ia tidak ingin salah langkah.
Seperti diketahui, hari ini Rabu (17/6/2015) mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, memenuhi panggilan Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung yang akan memeriksanya sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan 16 mobil listrik senilai Rp 32 milyar.
Dahlan datang mengenakan kemeja dan celana biru gelap, Dahlan tiba di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (17/6), didampingi kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra.
Sayangnya Dahlan enggan memberikan pernyataan kepada wartawan yang menyampaikan sejumlah pertanyaan. Ia menunjuk Yusril untuk menjawab pertanyaan wartawan.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung baru menetapkan dua tersangka, yakni Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi (DA), dan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia, Agus Suherman (AS).
Dasep Ahmadi merupakan tersangka dari pihak swasta yang mengerjakan proyek pengadaan 16 mobil listrik di 3 BUMN. Sedangkan Agus Suherman menjadi tersangka atas jabatannya di Kementerian BUMN ketika proyek itu dikerjakan pada tahun 2011.
Kejaksaan Agung mulai menyelidiki kasus ini sejak Maret 2015. Pengadaan 16 mobil jenis electric microbus dan electric executive bus ini, terdapat di PT BRI, PT Perusahaan Gas Negara, dan PT Pertamina.
Pengadaan ini bermasalah karena ke-16 mobil listrik tersebut tidak bisa dipergunakan sama sekali. Akhirnya, enam mobil dihibahkan ke-6 perguruan tinggi, yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Brawijaya (Unibraw), dan Universitas Riau meski tidak ada kerjasama.