News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cerita Pencetus Kerajinan Batik di Raja Ampat

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ursula, salah satu perajin batik di Raja Ampat Papua

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWSCOM, JAKARTA -- Ia seorang pencetus batik dari Raja Ampat. Berawal dari cita-cita orang tuanya yang ingin melestarikan kesenian di Raja Ampat. Ia mulai merintis dari nol untuk membuat batik Raja Ampat.

Gelar Batik Nusantara dihelat pada 24 Juni - 28 Juni 2015. Terlihat gerai batik Raja Ampat yang posisinya bersebelahan dengan batik Papua. Terlihat dua orang perempuan yang perlahan menggoreskan tinta batik di atas kain putih. Kedua mata mereka fokus ke kain putih. Kedua tangannya mulai membuat motif.

Datang seorang pria yang diketahui bernama Chanry Andri Suripati (38) menghampiri. Ia menceritakan bagaimana awal mula dirinya membangun batik di Raja Ampat. Jika batik dari Papua dibina oleh Freeport, tidak untuk batik dari Raja Ampat.

Mereka membangun kerajinan batik di Raja Ampat dari hasil kerja keras mereka sendiri. Ia mengembangkan batik Raja Ampat bersama pasangannya, Adriana Imelda Daat (36). Itu semua berawal dari cita-cita kedua orang tua Adriana yang ingin melestarikan kesenian Raja Ampat. Sayangnya cita-cita kedua orang tuanya itu belum terwujud.

"Kami mencoba mengembangkan batik Raja Ampat yang punya ciri khas laut dan hasil alam," ujar pencetus batik Raja Ampat bernama Chanry Suripati (38), di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (24/6/2015)

Chanry dan Adriana berjuang berdiri sendiri untuk membangun kebudayaan Raja Ampat dengan membuat batik. Berdua mulai mencetuskan batik Raja Ampat pada 2011 lalu.

"Kami kembangkan dari 2011. Dan itu disambut positif oleh Pemerintah Daerah. 2013 kami bawa pengrajin dari Raja Ampat ke Solo. Tepatnya ke batik gunawan dan batik mahkota laweyan. Pak Alfa (Fabela) yang menjadi mentor kami untuk pengembangan batik Raja Ampat. Hampir dua bulan kita di sana. Dan dari batik mahkota laweyan juga mau membantu mengembangkan batik Raja Ampat," ujar Chanry.

Chanry ingin ada pengembangan ekonomi kreatif di sekitar kampung-kampung tempat tinggalnya. Setiap masyarakat di kampung-kampung khususnya wanita, bisa memanfaatkan waktu luang mereka untuk mengembangkan batik Raja Ampat.

Berawal dari empat pengrajin yang berasal dari keluarga dekat istrinya. Akhirnya batik Raja Ampat mendapat dukungan dari pemerintah daerah, meski biaya tak sepenuhnya berasal dari pemerintah daerah.

"50-50 uangnya dengan pemda, sisanya dari kami sendiri. Pemasukkan uang dari hasil penjualan batik kami, kami kembangkan lagi. Kami tidak terlalu berharap, tapi kalau ada perhatian ya monggo, kalau tidak ada ya tidak apa-apa," ujar pria asal Papua Barat ini.

Total pengrajin yang masih aktif ada enam. Mereka ada yang ibu rumah tangga, ada yang bertani, ada pula yang membuat kerajinan tangan lain. Saat ini pusat pemasaran mereka ada di rumah tempat mereka membatik di Raja Ampat. Kini mereka juga membuka ruko di kota Sorong yang mereka buka dari biaya pribadi.

Meski begitu Chanry memaparkan masih alami kesulitan mengenai bahan batik, sehingga masih memasok dari Solo.

"Untuk bahan didatangkan dari Solo dari batik mahkota. Karena kami belum punya bahan batik di Papua jadi motif yang kami buat kami kirimkan ke Solo nanti di Solo ada yang mengerjakan. Pola digambarkan di Raja Ampat hasil dari kami, kita kirimkan ke Solo untuk lilin malamnya sama pewarnaan. Tapi kalau ada bahan kami dapat, kami buat batik juga di Raja Ampat," ujar Chanry.

Mereka sudah menciptakan kain hanya saja masih terkendala bahan. Kalau bahan belum bisa didatangkan dari Solo, biasanya mereka mengirimkan kain yang sudah di canting. Tapi kalau ada bahannya mereka buat sendiri.

Batik-batik yang mereka buat dijual dengan harga yang beragam, ada yang Rp 750 ribu, Rp 5 juta, Rp 10 juta tergantung kualitas kain dan motif dari batik itu.

"Bahkan kami menjual beberapa batik tulis seharga Rp 25 juta. Itu pun pengerjaannya selama tiga bulan biasanya ada pejabat yang pesan," ujar Chanry.

Batik khas dari Raja Ampat biasanya bercorak biota laut dan sumber daya alam dari laut. Karena "Raja Ampat merupakan gugusan pulau, serta tujuan wisata utama di Indonesia dan sudah diketahui internasional. Karena selain potensi wisata yang begitu besar, Raja Ampat juga punya potensi alam laut. Ada pra-sejarah di Raja Ampat. Ada banyak peninggalan-peninggalan pra-sejarah, bentuk lukisan dinding di goa-goa," lanjut Chanry.

Ikan, rumput laut, bintang laut, kerang, dan motif kupu-kupu menjadi ciri khas batik Raja Ampat. Sedangkan motif suling tambur menggambarkan adat-istiadat setempat.

"Pemasarannya di Raja Ampat, dan mulai membuka ruko di kota Sorong. Awalnya masih di rumah. Adalah sedikit uang untuk buka ruko, dan kami mulai mengembangkan. Buka di kota Sorong, karena di sana itu pintu gerbang Papua Timur. Kalau ada turis yang datang tapi tidak sempat ke Raja Ampat, jadi bisa mampir ke sana," ujar Chanry.

Untuk pembagian hasil dengan para pengrajin batik di Raja Ampat. Mereka masih menggunakan pembagiaan kekeluargaan. "Bisa dibagi dua. Kami melakukan pembagian seperti itu karena mereka punya kebutuhan yang berat. Mereka di sana juga tinggalnya jauh-jauh. Pembagiannya masih kekeluargaan." tutup Chanry. (Dennis Destryawan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini