TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agama masih menemukan petugas Kantor Urusan Agama (KUA) atau penghulu yang masih meminta uang dan menerima gratifikasi saat mengurus pernikahan atau rujuk.
Padahal, nikah atau rujuk dilakukan di KUA dan dilaksanakan pada jam kerja. Fakta tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 48 tahun 2014 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yakni nikah dan rujuk. PP tersebut mengatur nikah dan rujuk di KUA adalah gratis.
"Masih ada saja penghulu-penghulu kita yang katakanlah tidak hanya menerima bahkan meminta. Ada oknum-oknum," ujar Menteri Agama Lukman Hakim saat memberikan keterangan pers di KPK, Jakarta, Kamis (25/6/2015).
Selain inisiatif oknum pengulu tersebut, Menteri Lukman juga mengungkapkan gratifikasi tersebut juga tidak lepas dari peran pihak ketiga yang ingin mengambil keuntungan. Parap pihak ketiga itu semisal pengurus KUA yang lain atau bahkan Ketua RT dan Ketua RW.
"Tapi juga tidak terlepas dari masyarakat kita punya kebiasan pounya kebaikan memberi uang atau hadiah. Tidak hanya bentuk uang tapi dalam bentuk barang," kata Lukman.
Untuk itu, Menteri Lukman mengungkapkan pihaknya akan terus memberikan sosialiasi penyadaran kepada petugas KUA dan penghulu.
Lukman mengingatkan biaya Rp 600 ribu hanya dibebankan kepada pengantin yang menikah di luar KUA atau tidak berada dalam jam kerja.
Untuk itu, Menteri Lukman telah membahasnya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk perbaikan sistem.
Pada kesempatan tersebut, Pelaksana tugas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengatakan pihaknya telah menerima pengaduan mengenai pungutan dari penghulu.
"Saya sudah terima laporan gratifikasi dari kanwil," ujar Ruki.