TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU – Sedikitnya 10 anggota Pasukan Khas (Paskhas) --pasukan elite TNI AU-- 462 Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, turut menjadi korban kecelakaan jatuhnya pesawat Hercules C130 di Medan, Selasa (30/6).
Mereka ditugaskan di Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, menggantikan personel sebelumnya. "Kalau yang kami catat, ada 10 orang anggota Paskhas Batalyon 462 Pulanggeni yang ditugaskan di Tanjung pinang. Mereka menumpang pesawat Hercules itu," jelas Kepala Penerangan dan Pustaka (Kapentak) Lanud Roesmin Nurjadin (RSN), Kapten Rizwar.
Komandan Batalyon (Danyon) Paskhas 462/Pulanggeni Letkol Pasukan (Pas) Solihin, membenarkan anggotanya ikut dalam pesawat naas tersebut. "Benar, ada sepuluh orang anggota dari kesatuan kami. Untuk saat ini saya mengikuti perintah agar tetap di Pekanbaru dulu," jelasnya.
Pesawat Hercules tersebut mampir di Pekanbaru sebelum terbang ke Medan. Rencanaya dari Medan pesawat itu terbang ke Tanjungpinang dan Ranai (Natuna).
"Rutenya tadi lewat lanud RSN. Pesawat ini secara rutin tiap bulan membawa logistik dan personel ke rute-rute yang sudah disiapkan.
Selain anggota Paskhas, ternyata juga terdapat personel Arteleri Pertahanan Udara (Arhanud) TNI AD, Sertu Ainul Abidin (35). Ia bertugas di Ranai. Sudah satu pekan di Pekanbaru menjemput keluarganya untuk kembali ke Ranai.
Ainul diketahui berada di dalam pesawat bersama istri, Tri Astuti Indah Sari (35), dan dua orang anaknya, Rizki Putri Rahmadani (9) serta Muhamad Arif Wijaksono (6).
Mertua Ainul, Omar Amir, mengungkapkan sebenarnya minta keluarga tersebut menumpang pesawat komersiil. "Saya bilang pakai pesawat komersiil saja," ujar Oma Amir.
Diungkapkan, anak dan menantunya sudah lama tinggal di rumah tersebut, Jalan Nuansa Indah, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru. Sepekan lalu, Serda Ainul datang menjemput keluarganya untuk diboyong ke Ranai.
"Katanya di Ranai sudah dapat fasilitas (rumah dinas)," kata Amir. Ainul kini bertugas sebagai anggota intel Kodim Ranai. Ia ingin berlebaran bersama keluarga di Ranai.
Oma Amir ternyata sudah memiliki firasat tidak enak. Tri Astuti biasanya riang , namun Selasa pagi sebelum berangkat tidak demikian.
"Dia banyak termenung, padahal biasa begurau. Beberapa hari belakangan ini ia tidak banyak bergurau," ujarnya sendu. Sampai selasa malam keluarga baru dapat memastikan satu korban adalah Muhamad Arif Wijaksono