News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sikap Anti Asing, Menteri Jonan Dinilai Ancam Proyek Infrastruktur

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivitas bongkar muat pet ikemas di lingkungan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) beberapa waktu lalu, Berdasarkan catatan realisasi jumlah barang yang menggunakan angkutan laut dalam bentuk peti kemas di lingkungan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) meningkat sepanjang tahun 2014 menembus pada angka 3 juta Teus, dengan rincian tercatat realisasinya sebanyak 3.127.895 Teus atau setara dengan 2.623.090 Box. SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sikap Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang memprotes rencana Pelindo II memperpanjang konsesi PT JICT dan TPK Koja dengan Hutchison Port Holding (HPH) dinilai sejumlah kalangan bisa mengancam masuknya investasi ke sektor pelabuhan.

Padahal Presiden Jokowi saat ini sedang fokus untuk mengembangkan tol laut yang membutuhkan infrastruktur baru di sejumlah wilayah di Indonesia.

“Penolakan Menhub terhadap perpanjangan kontrak pengelolaan JICT dan KOJA karena HPH adalah investor asing sangat berbahaya. Kebijakan menhub itu justru mengancam proyek infrastruktur di pelabuhan yang kini masih butuh investor asing,” tegas Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi (2/7).

Sebelumnya menteri Jonan menyampaikan surat kepada menteri BUMN untuk membatalkan perpanjangan kontrak pengelolaan JICT dan KOJA antara Pelindo II dan HPH.

Jonan beralasan, perpanjangan kontrak selama 20 tahun dengan HPH tidak layak dilakukan, karena posisi HPH adalah investor asing.

Menurut Siswanto sikap Menteri Jonan yang tidak menginginkan keberadaan investor asing sebagai pengelola pelabuhan Tanjung Priok tidak sejalan dengan spirit Presiden Joko Widodo.

Dalam presentasinya di forum Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) CEO Summit 2014 di Beijing, Tiongkok, pada November 2014, Presiden Jokowi mengundang para investor dunia untuk menanamkan dananya di Indonesia.

“Tidak ada yang salah dengan nasionalisme di pelabuhan dan itu harus didukung. Namun jangan sampai nasionalisme yang berkobar menjadi nasionalisme sempit. Kita memerlukan investor, baik asing maupun lokal untuk mengembangkan infrastruktur kita. Untuk itu, pemerintah perlu memberikan kepastian berinvestasi kepada para investor sehingga mereka tidak takut untuk menanamkan dananya di pelabuhan,” kata Siswanto.

Siswanto menambahkan banyak manfaat lebih yang diperoleh melalui keberadaan investor asing sebagai pengelola pelabuhan. Seperti kemampuan mengakses komunitas pelayaran global serta teknologi yang mumpuni.

Pakar Pelayaran dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Saut Gurning mengatakan keberadaan perusahaan asing untuk menjadi operator terminal kontainer di pelabuhan tidak perlu dipermasalahkan.

“Investor asing sudah pasti memberi nilai tambah di pelabuhan kita, karena itu esensi dari kolaborasi itu,” kata Saut.

Saut menambahkan mengenai perpanjangan kontrak kerjasama Hutchison Port Holding (HPH), Hong Kong di dua terminal kontainer Pelabuhan Tanjung Priok, JICT dan TPK Koja, kalau melihat aturan hukum yang eksis dan inkrah, proses yang sudah dijalani oleh Pelindo II dan HPH bisa dilanjutkan.

PT Pelindo II atau IPC dan Hutchison Port Holding (HPH) telah menandatangani amandemen kerjasama usaha pengelolaan JICT dan TPK Koja sejak Agustus 2014.

Menteri BUMN Rini Soemarno juga telah mengeluarkan surat No.S-318/MBU/6/2015 tentang Kerjasama Pengelolaan/Pengoperasian yang berisi secara prinsip menyetujui rencana kerja sama usaha pengelolaan JICT dan TPK Koja dengan HPH dengan kepemilikan PT Pelindo II minimal 51% dan HPH sebesar 49% dengan beberapa persyaratan.

Pelindo II sebagai pemegang konsesi Pelabuhan Tanjung Priok, mendapat peningkatan sewa sekitar US$60 juta per tahun menjadi US$120 juta per tahun. Selain itu IPC mendapat uang muka US$250 juta yang bisa digunakan untuk investasi lainnya.

HPH juga berkomitmen untuk melakukan perbaikan fasilitas di dermaga utara menjadi kedalaman 16 meter dari sebelumnya 14 meter tanpa harus menunggu berakhirnya masa kerja sama pada lima tahun kedepan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini