News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat: Soal JHT Masa Mesti Presiden yang Turun Tangan

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah buruh dari KSPI dan GBI melakukan aksi unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (3/7/2015). Dalam orasinya mereka menolak secara tegas Peraturan Pemerintah no 46 Tahun 2015 terkait Jaminan Hari Tua (JHT) yang telah diberlakukan oleh Menaker dan BPJS Ketenagakerjaan. Warta Kota/angga bhagya nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai, Presiden Joko Widodo tak perlu harus mengurusi langsung persoalan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang saat ini ramai diberitakan.

"Saya tadi subuh sudah berkomunikasi dengan Pak Menaker Hanif Dhakiri. Saya bilang ini ada yang salah masa beginian saja harus Presiden yang nanganin, ini kan lucu republik ini," ujar Agus saat dihubungi Kompas.com, Jakarta, Jumat (3/7/2016).

Menurutnya, persoalan JHT ini adalah hal yang sangat sepele, yaitu terkait masalah komunikasi atau sosialisasi kebijakannya saja. Ditambah lagi tidak adanya masa tenggang atau masa transisi kepada masyarakat yang diberikan BPJS Ketenagakerjaan sebagai waktu peralihan dari kebijakan lama ke kebijakan baru.

Seharusnya, kata dia, saat keresahan masyarakat memuncak karena aturan tersebut, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan atau Menteri Ketenagakerjaan menjelaskan secara rinci kepada masyarakat duduk persoalan aturan tersebut. Tujuannya, agar masyarakat bisa mengetahui secara menyeluruh terkait kebijakan JHT baru tersebut.

Selama ini ada persepsi yang salah dimasyarakat terkait dana JHT tersebut. "Persoalan JHT ini kan bukan tabungan, nah persepsi di masyaratat itu JHT ini tabungan. Padahal kan tidak," kata dia.

Oleh karena itu, pencairan dana JHT memang harus memiliki batasan minimalnya. Pasalnya, jika dana JHT bisa diambil kapan saja, maka itu sama saja dengan tabungan.

Sebelumnya, BPJS Ketenagakerjaan menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 46 tahun 2015 tentang penyelenggaraan Jaminan Hari Tua (JHT) mulai 1 Juli 2015.

Aturan tersebut mengatur bahwa pengambilan JHT bisa diambil ketika karyawan sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 tahun. Itu pun 40 persen dari total tabungan dengan rincian sebesar 10 persen tunai dan 30 persen untuk pembiayaan perumahan. Sementara sisanya bisa diambil saat peserta BPJS Ketenagakerjaan tidak lagi produktif.

Padahal dalam aturan sebelumnya, yaitu PP Nomer 1 tahun 2009 yang merupakan penjabaran dari UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, mengatur bahwa manfaat JHT dapat dicairkan setelah usia mencapai 55 tahun atau meninggal dunia atau pekerja di-PHK dengan ketentuan masa kepesertaannya 5 tahun dan waktu tunggu 1 bulan.(Yoga Sukmana)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini