News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak 2015

Potensi Konflik Pilkada Serentak 3 Kali Lebih Besar dari Pemilu Nasional

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Gusti Sawabi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Husni Kamil Manik berjabat tangan dengan Ketua Bawaslu, Muhammad, saat penetapan hasil pemilu legislatif 2014, di kantor KPU, Jakarta Pusat (9/5/2014). Hasil ini menetapkan PDI Perjuangan sebagai partai pemenang pemilu legislatif dengan jumlah suara 23 juta atau 18,95 persen. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Laporan Edwin Firdaus

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peran Badan Pengawas Pemilu dan Panwaslu sangat besar guna menekan potensi kisruh Pilkada Serentak. Karena itu Bawaslu terus memperbaharui formulanya agar dapat mencegah terjadinya konflik pada pesta demokrasi di daerah.

"Walaupun kewenangan penegakan hukum itu tetap diberikan ke Bawaslu dan Panwaslu, tetapi bagi kami upaya-upaya serius dalam rangka pencegahan dapat perhatian lebih tinggi," kata‎ Ketua Bawaslu, Muhammad, Kamis (9/7/2015).

Meski demikian, tak hanya Bawaslu dan Panwaslu yang berkewajiban menjaga ketertiban penyelenggaraan Pilkada, melainkan semua pihak. Termasuk para kontestan yang mencalonkan diri.

Apalagi berdasarkan kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), potensi konflik pada Pilkada itu tiga kali lebih besar daripada pemilu nasional.‎

"LIPI memprediksi dinamika dan potensi konflik tiga kali lebih besar dari pemilu nasional. Karena Pilkada ini sangat lokalistik, hanya di kabupaten, kota, dan provinsi," kata Muhammad.

Belum lagi faktor elite politiknya sendiri yang terbatas, karena pilkada serentak tak seperti pemilu legislasi yang memiliki daerah pemilihan. Sehingga area kompetisinya sangat sempit, padahal pendukungnya menumpuk di satu daerah.

"Kalau caleg kan punya dapil dimana-mana. Nah kalau calon bupati, calon wali kota, calon gubernur terbatas wilayah kompetisinya. ‎Sehingga dinamika atau potensi kompetisi politiknya sangat tinggi,"‎ kata dia.

Faktor yang berpotensi selanjutnya adalah peraturan yang dibuat KPU bahwa pilkada serentak dilakukan dengan sistem satu putaran saja. ‎

"Ini ‎Paling memprihatinkan dan mendapat perhatian kita semua. Jadi, calon yang mendapat lebih (walaupun cuma) satu suara dari peserta lain, itu ditetapkan sebagai pemenang," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini