Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Partai NasDem berharap putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan adanya larangan politik dinasti, tak menutup rakyat untuk memilih pimpinan yang baik.
"Kami mengaharapkan demokrasi yang adil dan fair, sehingga rakyat bisa betul-betul memilih pemimpinnya yang dikehendaki secara baik," kata Sekjen Partai NasDem, Patrice Rio Capella kepada Tribunnews.com, Jumat (10/7/2015).
Menurut dia, legalisasi politik petahana justru merajalela dalam demokrasi Indonesia ke depan. Hal tersebut berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan dan anggaran untuk memuluskan anggota keluarga yang maju kepala daerah.
"Menggunakan dana negara atau rakyat untuk kepentingannya sendiri adalah korupsi kekuasaan," tegas Rio.
Dalam amar putusannya, MK melihat pasal 7 huruf r dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah bertentangan dengan dengan UUD 1945.
"Pasal 7 huruf r soal syarat pencalonan bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 2 yang bebas diskriminatif serta bertentangan dengan hak konstitusinal dan hak untuk dipilih dalam pemerintahan," kata Ketua MK Arief Hidayat di gedung MK, Rabu (8/7/2015).
MK tak menafikan kenyataan kepala daerah petahana memiliki berbagai keuntungan, sebagaimana dikemukakan Presiden. Karenanya penting merumuskan pembatasan-pembatasan agar keuntungan-keuntungan itu tidak disalahgunakan kepala daerah petahana untuk kepentingan dirinya (jika hendak mencalonkan kembali), anggota keluarganya, kerabatnya, atau kelompok-kelompok tertentu yang dekat dengannya.
"Pembatasan demikian haruslah ditujukan kepada kepala daerah petahana itu, bukan kepada keluarganya, kerabatnya, atau kelompok-kelompok tertentu tersebut," sambung Arief.
Sebab, keuntungan-keuntungan itu melekat pada si kepala daerah petahana sehingga kemungkinan penyalahgunaannya juga melekat pada si kepala daerah petahana.
Keluarga kepala daerah petahana atau kelompok-kelompok tertentu hanya mungkin diuntungkan oleh keadaan demikian jika ada peran atau keterlibatan si kepala daerah petahana, terlepas dari persoalan apakah peran atau keterlibatan si kepala daerah petahana itu dilakukan secara langsung dan terang-terangan atau secara tidak langsung dan terselubung.
"Terhadap kemungkinan-kemungkinan yang demikian itulah seharusnya pembatasan-pembatasan terhadap kepala daerah petahana dirumuskan dalam norma undang-undang," kata majelis.