News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gugatan Praperadilan

Ahli Hukum Pidana: Penetapan Tersangka Harus Prosedural

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kuasa Hukum Mantan Dirut PLN Dahlan Iskan Yusril Ihza Mahendra (kkanan) mengikuti sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/7/2015). Sidang gigatan praperadilan yang diajukan Dahlan Iskan terkait penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan 21 gardu induk senilai Rp 1 Triliun oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum pidana Universitas Krisnadwipayana, Made Darma Weda, mengatakan penyidikan sebuah perkara harus sesuai prosedur merujuk Pasal 1 ayat 2 KUHAP.

Menurut dia, dalam proses penyidikan penyidik harus bersandar pada hukum sesuai perundang-undangan, mencari alat bukti, membuat terang perkara, terakhir menetapkan seseorang sebagai tersangka lewat surat perintah penyidikan.

"Di dalam penyidikan ada beberapa elemen, pertama tindakan penyidik didasarkan hukum atau undang-undang. Di dalam proses penyidikan itu penyidik mencari alat bukti, membuat terang perkara‎, terakhir menemukan tersangkanya. Jadi keluar sprindik dulu. Setelah mencari alat bukti, baru kemudian dicari tersangkanya," kata Made di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (30/7/2015).

Made dihadirkan sebagai ahli pidana oleh tim hukum Dahlan Iskan dalam sidang praperadilan. Termohon dalam sidang gugatan ini adalah Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Menurut Made‎ secara teoritis tahapan tersebut merupakan langkah prosedural yang mesti dilakukan penyidik. Apabila dilanggar maka dapat memiliki implikasi hukum. Salah satunya dapat digugat melalui praperadilan.

"Praperadilan ini lembaga yang dimulai setelah adanya KUHAP. Sebelum itu praperadilan tidak dikenal. Praperadilan bertujuan mengontrol kekuasaan negara. Karena kekuasaan negara ini menggunakan aparatnya terhadap masyarakat, dikhawatirkan ada kesewenangan," imbuh dia.

Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra, menilai Kejaksaan Tinggi DKI tidak bisa membedakan proses penyidikan dan penyelidikan dalam menangani kasus kliennya, Dahlan Iskan.

Dalam uraiannya menjawab dalil gugatan tim hukum Dahlan di sidang praperadilan, Kejaksaan mengklaim menemukan bukti permulaan cukup yakni keterangan 11 saksi, dan sejumlah dokumen dalam proses penyelidikan perkara.

Menurut Yusril proses tersebut merupakan proses penyidikan yang untuk melakukannya diperlukan surat perintah penyidikan (sprindik). "Selanjutnya diikuti dengan mencari dan ‎mengumpulkan barang bukti," terang dia.

Kejaksaan dianggap Yusril keliru menetapkan kliennya sebagai tersangka berdasarkan sprindik bernomor Prin-752/0.1/Fd.1/06/2015 tanpa adanya proses penyidikan terlebih dahulu.

Tindakan yang dilakukan Kejaksaan tersebut, sambung Yusril, ‎telah melanggar due proces of law, mengabaikan hak asasi pemohon dan roda keadilan. Jaksa dinilai menetapkan Dahlan sebagai tersangka, baru kemudian dicari saksi dan buktinya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini