TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator KontraS, Haris Azhar, mengungkapkan kekecewaannya atas putusan Hakim PTUN Jakarta yang menolak gugatan Imparsial terhadap pembebasan bersyarat Pollycarpus Budihari Priyanto.
"Pollycarpus tidak pernah menyesali perbuatannya, tidak juga mengakui kesalahannya, kenapa dipercepat? Ditambah, putusan PTUN yang menolak gugatan pembebasan bersyarat itu. Disitu kami kecewa," ujarnya di Gedung Guethehaus, Jakarta, Minggu (2/8/2015)
Menurutnya, pemberian surat pembebasan bersyarat dari Kemenkumham sudah menyalahi aturan karena hanya hal administratifnya saja yang dipertimbangkan oleh Kemenkumham. Sedangkan substansi dari penahanan Pollycarpus tidak dipertimbangkan.
"Surat Kemenkumham untuk pembebasan bersyarat sudah salah. Meski Pollycarpus sudah menjalani 2/3 masa tahanan, jika masih menjadi ancaman diluar, dia tidak berhak keluar," tambahnya.
Lebih lanjut, menurut Harris, Pollycarpus seharusnya dapat menjadi justice collaborator karena fakta di pengadilan mengatakan bahwa dia bukan pelaku tunggal. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh Pollycarpus, sehingga dianggap oleh KontraS, pembebasan bersyarat tersebut tidak sah.
Pada Rabu (29/7), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan dari Imparsial tentang pembebasan bersyarat Pollycarpus Budihari Priyanto.
Pengacara publik yang sekaligus kuasa hukum keluarga Munir, Muhammad Isnur mengatakan bahwa majelis hakim PTUN takut untuk menyidangkan kasus pembunuhan aktivis HAM tersebut.
"Hakimnya ketakutan. Kami melihat hakim menolak persidangan ini dengan menimbang dasar dari Menkumham yang melibatkan KUHAP dalam putusannya," ujar Muhammad Isnur di PTUN Jakarta, Rabu (29/7/2015).
Menurutnya, pelibatan KUHAP dan KUHP yang dikutip oleh Menkumham sebagai dasar pembelaan bukan sesuatu yang substantif untuk alasan majelis hakim yang diketuai oleh Ujang Abdullah tersebut menolak gugatan dari pihak Imparsial.