News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak 2015

Perludem Nilai KPU Tak Bersikap Adil Soal Calon Tunggal

Penulis: Srihandriatmo Malau
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai tidak adil keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda Pemilukada di tujuh daerah dengan pasangan calon kurang dari dua atau calon tunggal.

KPU memutuskan menunda penyelenggaraan Pemilukada di tujuh daerah itu.

"Prinsipnya adalah calon dan parpol yang sudah siap mendaftar untuk berkompetisi secara adil dan terbuka dalam pilkada sesuai prosedur yang sudah disediakan, tidak boleh dihukum dan menanggung akibat dari ketidaksiapan calon dan parpol lain untuk berkompetisi dan merebut kekuasaan dalam pilkada," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini kepada Tribun, Selasa (4/8/2015).

Karenanya harus ada solusi atas calon tunggal ini. Menunda pilkada di daerah dengan calon tunggal juga tidak menyelesaikan masalah. Sebab jika ditunda ke tahun 2017 sekalipun, tetap saja ada peluang kembali terjadi calon tunggal ketika pendaftaran calon dibuka di tahun 2017.

Jadi akar masalah soal calon tunggal ini tetap belum terselesaikan dan tetap terjadi terjadi situasi kekosongan hukum.

Pembuat Undang-undang harus menjawab persoalan calon tunggal ini dengan memberikan mekanisme hukum yang setidaknya bisa melindungi hak politik calon untuk dipilih dalam pilkada yang jurdil dan demokratis dan.

Pilihannya bisa dengan melakukan revisi terbatas atas UU Pilkada atau menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) patut dipertimbangkan jika revisi terbatas atas UU Pilkada dianggap makan waktu lama.

Pada masa penyusunan revisi UU Pilkada tahun 2012 lalu, Perludem pernah mengusulkan apabila dalam masa perpanjangan waktu pendaftaran tetap hanya ada calon tunggal, maka pilkada tetap digelar saja dengan pilihan tanding kolom atau bumbung kosong sebagai lawan, seperti halnya dalam pemilihan kepala desa.

Dengan demikian pasangan calon tunggal tetap harus membuktikan dirinya, apakah mayoritas rakyat memilihnya atau tidak.

"Dengan cara itu proses pilkada tidak tersendat akibat penguluran waktu pendaftaran pasangan calon, proses demokrasi tidak dimanipulasi oleh adanya calon “boneka”, dan legitimasi calon tunggal terbuktikan melalui pemilihan,"ujar Titi.

Karena dia melihat ada beberapa hal yang bisa dielaborasi terkait faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya calon tunggal ini. Naiknya syarat dukungan calon yang diusung parpol--memiliki sekurang-kurangnya 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah hasil pemilu terakhir, diyakini membuat koalisi parpol untuk mengusung calon menjadi lebih alot dan rumit untuk terbentuk.

Sebelumnya, syarat dukungan ini “hanya” 15 persen kursi DPRD atau 15 persen suara sah hasil pemilu terakhir.

Ditambah lagi, calon perseorangan kesulitan menjadi kompetitor karena beratnya syarat dukungan serta keterbatasan waktu untuk mengumpulkan dukungan.

Karena syarat dukungan calon perseorangan dalam UU Pilkada yang baru naik 100 persen lebih dibandingkan syarat dalam UU lama. Dulu hanya diperlukan 3-6,5 persen dukungan dari total jumlah penduduk untuk maju sebagai calon perseorangan.

Pilkada kali ini menyaratkan 6,5 persen-10 persen syarat dukungan. Angka yang fantastis untuk calon perseorangan yang mengandalkan basis kekuatan individu dan bukannya mesin partai.

Selain itu terjadinya defisit calon yang berkompetisi di pilkada karena adanya persyaratan baru yang memberatkan diyakini turut berkontribusi bagi terciptanya calon tunggal.

Misalnya beberapa bakal calon dengan latar belakang anggota DPR, DPD, dan DPRD yang semula banyak menyosialisasikan diri akan maju dan “mengadu peruntungan” dalam pilkada lalu membatalkan pencalonannya karena adanya Putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan mereka untuk mundur setelah ditetapkan sebagai calon dalam pilkada. Mereka menjadi tidak terlalu berani mengambil resiko.

Defisit calon juga diperparah karena persoalan kaderisasi parpol yang tidak berjalan optimal. Kalau parpol sejak awal menyiapkan kadernya untuk maju merebut kekuasaan, memperkuat basis, memperkokoh elektabilitas kader, dan membangun peta dan komunikasi koalisi parpol untuk mengusung calon, tentu tak akan pelik bagi parpol untuk mempersiapkan keikutsertaannya dalam pilkada.

Ditambah lagi, di daerah-daerah yang petahananya punya pengaruh kuat karena ditunjang performa, kinerja, dan citra baik di mata masyarakat. semakin membuat parpol-parpol di daerah enggan “menanggung kerugian” akibat kekalahan dalam pilkada.

Bercermin pada hal itu, Parpol lawan lebih memilih untuk tidak ikut pilkada dengan harapan kalau pilkada ditunda bisa mengurangi pengaruh petahana dan membuka ruang kompetisi yang lebih menguntungkan mereka di masa mendatang.

Jadi, calon tunggal tidak terjadi secara alamiah. melainkan karena by design atau skenario untuk menjegal petahana atau calon dengan elektabilitas kuat.

Sebelumnya, Ketua KPU Pusat Husni Kamil Manik dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, menyebutkan tujuh daerah tersebut adalah Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat, Kota Surabaya, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Pacitan di Jawa Timur, Kota Mataram di Nusa Tenggara Barat (NTB), Kota Samarinda di Kalimantan Timur, dan Kabupaten Timor Tengah Utara di Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Satu daerah yaitu Kota Surabaya memang tadi ada yang mendaftar, tapi dari informasi yang kami peroleh terakhir, pendaftarnya menyatakan mengundurkan diri," katanya.

Begitu juga di beberapa daerah yang lain ada yang mendaftar tapi tidak membawa berkas, seperti di Kota Samarinda.

Kemudian ada pasangan calon yang datang ke KPU daerah tapi tidak memenuhi berkas, seperti di Kabupaten Pacitan, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Tasikmalaya.

"Kami telah memberi arahan bagi tujuh daerah yang pendaftar pasangan calonnya kurang dari dua untuk mengambil langkah-langkah penundaan pilkada dengan merujuk peraturan PKPU Nomor 12 Tahun 2015," ucapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini