TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) berpandangan, Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol) yang ada saat ini, berpotensi menimbulkan ancaman kriminalisasi yang berlebihan (over criminalization). Pasalnya, RUU ini isinya mengatur secara khusus tindak pidana alkohol.
“Dengan melihat substansi dan perumusannya, maka bisa dipastikan, jika RUU ini disahkan, akan menimbulkan ancaman kriminalisasi yang berlebihan (over criminalization),” tegas Direktur ICJR, Angga Wira Perdana di Jakarta, Kamis (6/8/2015).
Ia bilang, RUU ini secara tegas mempersamakan alkohol seperti layaknya narkotika. Hal terlihat dalam ketentuan dalam Pasal 5 yang melarang menjual dan membeli minuman, mengedarkan minuman beralkohol baik secara langsung maupun tidak langsung; meminum minuman alkohol atau yang mengandung alkohol; menyimpan minuman baik secara sengaja ataupun tidak sengaja.
Kebijakan yang over kriminalisasi ini, lanjutnya akan membebani aparat penegak hukum untuk implementasinya, termasuk Polisi, jaksa penuntut, pengadilan, bahkan Lapas, yang saat ini masih terbebani atas berbagai perkara pidana lainnya.
“Memidanakan pembuat, pengedar, pembeli, penjual, peminum dan penyimpan minuman beralkohol jelas akan menambah permasalahan keempat aparat penegak hukum tersebut,” katanya.
ICJR juga mengkritik ancaman pidana dalam RUU ini yang berlebihan dan terlalu dipaksakan. RUU menggolongkan atau mengklasifikasikan golongan alkohol (Pasal 4). Ancaman pidana tertinggi digunakan bagi melarang menjual dan membeli minuman, mengedarkan minuman minimal 2 tahun dan maksimal 10 tahun dengan denda 200 juta sampai dengan 1 miliar rupiah (Pasal 11).
“Ketentuan dalam KUHP masih sangat mampu digunakan, dan lebih sesuai dengan konteks Indonesia. Sayangnya, ketentuan dan pasal-pasal KUHP ini justru sangat jarang digunakan secara konsisten,” ujarnya.