TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Indonesia dipuji sebagai salah satu negara yang berhasil menjaga keberagaman, tetapi tetap kokoh sebagai bangsa yang bersatu. Ini sejalan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Menurut Norman Goodman, Chief of Indonesia Service VOA (Voice of America) bangsa Indonesia memelihara semangat toleransi antarumat beragama sesuai UUD 1945 yang hingga kini menjadi ciri khas penting.
Norman pun membandingkan Indonesia dan Amerika Serikat yang merupakan dua negara dengan masyarakat yang beragam suku bangsa dan agama.
"Semboyan Bhineka Tunggal Ika itu mirip dengan motto Amerika Serikat E Plurubis Unum," ujar Norman saat membuka Konferensi VOA Indonesia bertema Diversity Reporting in a Diverse Society, di Bandung Senin (10/8/2015).
Bhineka Tunggal Ika dipahami dengan makna bahwa bangsa Indonesia yang terdiri atas latar belakang masyarakat beragam tetapi tetap bersatu. Adapun E Plurubis Unum juga secara sederhana dimaknai sama dengan arti Bhineka Tunggal Ika.
Laman Wikipedia menulis terjemahan semboyan negara AS yang berasal dari bahasa latin itu dalam Bahasa Inggris adalah "Out of many, one" artinya “Dari yang banyak, muncullah yang satu”.
Norman mengatakan, Indonesia dan AS kini menghadapi tantangan yang serupa untuk memertahankan kesatuan sebagai bangsa seiring dengan konflik yang melibatkan kelompok-kelompok dalam masyarakat.
"Memertahankan masyarakat yang bhineka itu tidak mudah. Butuh usaha, karena selalu ada kelompok yang tak toleran, penuh prasangka dan tidak demokratis," ujarnya.
Ancman lain terhadap kebhinekaan adalah keberadaan pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan keberagaman untuk menciptakan konflik. "Di Amerika Serikat kondisi serupa terjadi, soal agama dan ras," ujarnya.
Sementara itu, Lukman Hakim Saifuddin yang turut hadir dalam acara tersebut memaparkan pula ancaman terhadap kebhinekaan seiring hadirnya kelompok-kelompok yang mengusung ekstrimisme beragama. Namun menurut Lukman, ekstrimisme tak hanya muncul akibat keimanan keagamaan.
"Ekstrimisme juga bisa lahir dari ketidakadilan di berbagai hal. Lalu merespon merespon ketidakadilan dengan cara pintas," kata Lukman.
Menurut Lukman, ada paham-paham tertentu di setiap agama, yang dijadikan landasan atau justifikasi untuk memaksakan kehendak.