TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) menyayangkan pernyataanMenko Perekonomian Sofyan Djalil, terkait kisruh perpanjangan konsesi JICT kepada pihak asing, Hutchison Port Holding Hongkong.
Sesuai aturan perundang-undangan, persetujuan perpanjangan konsesi bukanlah wewenang Menko Perekonomian, melainkan Menteri Perhubungan.
"SP heran dengan keterangan Menko Sofyan Djalil yang menyatakan memberi lampu hijau manajemen Pelindo II tetap perpanjang konsesi dengan Hutchison. Menko tidak paham bahwa menurut UU Pelayaran 2008, perpanjangan konsesi harus melalui persetujuan Menteri Perhubungan. Menko seolah tidak memahami ketentuan ini, memprihatinkan," kata Ketua Serikat Pekerja JICT Nova Hakim, Senin (10/8/2015).
Serikat Pekerja, kata Nova, juga menyayangkan pernyataan Sofyan Djalil yang menyatakan perpanjangan konsesi menjadi hak Kementerian BUMN.
Padahal, Menteri BUMN sebelumnya pernah mengeluarkan surat kepada Dirut Pelindo II, perpanjangan konsesi harus memperhatikan UU Pelayaran tahun 2008 yang menetapkan Menteri Perhubungan sebagai regulator pelabuhan dan Pelindo sebagai operator pelabuhan.
Serikat Pekerja JICT, lanjutnya, juga heran dengan pernyataan Menko Perekonomian bahwa perpanjangan konsesi JICT kepada Hutchsion bukanlah urusan serikat pekerja.
Keterlibatan Serikat Pekerja dalam persoalan konsesi ini tidak lebih karena kecintaan pada aset nasional yang bisa membawa manfaat besar bagi kesejahteraan rakyat.
"SP justru berusaha memberikan masukan yang seharusnya dijadikan pertimbangan pemerintah untuk keputusan yang berorientasi kepada kepentingan nasional sebesar-besarnya," kata Nova.
Serikat Pekerja, ujarnya lagi, juga menyayangkan pernyataan yang disampaikan Ketua Komite Pengawas JICT Erry Riyana dan anggota Komite Pengawas JICT Faisal Basri.
Patut diketahui, bahwa persoalan JICT muncul sebagai akibat keputusan sepihak Direktur Utama Pelindo II RJ Lino yang memberikan perpanjangan konsesi JICT kepada Hutchison Port Holding Hongkong dengan melanggar UU dan merugikan bangsa.
Komite Pengawas JICT menyatakan bahwa Serikat Pekerja JICT telah melakukan aksi berdampak negatif bagi JICT dan masyarakat luas sebagai pelampiasan ketidaksetujuan Serikat Pekerja terhadap perpanjangan konsesi JICT.
Padahal, aksi yang dilakukan SP JICT adalah aksi solidaritas terhadap dua pegawai JICT yang diberhentikan oleh Dirut Pelindo tanpa melalui prosedur hukum yang benar. Begitu kedua pegawai itu dipekerjakan kembali, aksi solidaritas pun dihentikan.
Ditegaskan, Serikat Pekerja tidak pernah menyetujui perpanjangan konsesi JICT kepada Hutchison seperti yang disampaikan Komite Pengawas.
Meski, Serikat Pekerja juga tidak pernah menyatakan bahwa JICT tidak boleh dijual atau dimiliki pihak asing.
Serikat Pekerja menilai kondisi idealnya adalah bila JICT sebagai aset ekonomi yang menguntungkan sepenuhnya dimiliki Indonesia, namun SP juga menyetujui pemilikan saham JICT oleh pihak asing apabila dilakukan dengan mengikuti peraturan perundangan dan membawa manfaat terbesar bagi kesejahteraan bangsa Indonesia.
"Karena itu, Serikat Pekerja JICT kembali mendesak pemerintah agar menghentikan perpanjangan konsesi JICT, meninjau kembali pilihan-pilihan yang ada dan segera mengambil keputusan sesuai hukum dan kepentingan rakyat seluas-luasnya," Nova menegaskan kembali.