TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR bidang Korkesra, Fahri Hamzah, menilai kesepakatan damai yang ditandatangani antara umat Islam dan umat Kristen di Tolikara Papua tidak bisa menghentikan adanya pidana yang terjadi.
Menurut dia, proses hukum tetap harus dilanjutkan untuk mengusut secara tuntas sesuai ketentuan hukum karena negara ini adalah negara hukum.
“Penegakan hukum itu penting, harus dikerjakan, karena itu tanda dari hadirnya negara,” kata Fahri, di Gedung DPR Jakarta, Selasa (11/8/2015).
Menurut Fahri, kesepakatan damai maupun sikap saling memaafkan adalah memang yang perlu dikedepankan dalam setiap penyelesaian konflik. Tetapi hal itu bukan berarti menghentikan proses di ranah hukum.
“Nggak bisa, harus diproses, perkara diampuni atau ada rekonsiliasi dengan cara kultural disana itu perkara lain. Yang terpenting hukumnya diselesaikan dulu dan penyelesaiannya bisa diterima oleh kultur masyarakat di Tolikara,” jelasnya.
Dan hal yang juga penting ditekankan dalam kasus di Tolikara, lanjut Fahri, adalah sikap pemerintah. Menurut Fahri, pemerintah harus punya satu suara atas peristiwa tersebut dan dilakukan penyelesaian dari dua sisi yakni sisi hukum dan sisi budaya atau adat.
“Hukum tetap berjalan, tetapi di sana di Tolikara juga harus menganggap bahwa memang sudah selesai sehingga tidak jadi bom waktu. Saya dengar sekarang di sana bingung, karena pejabat yang datang terlalu banyak, dan suaranya beda-beda,” tambahnya.