TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Thomas Lembong (44 tahun), siapa yang tak mengenal dia? Pria kelahiran 4 Maret 1971 ini sudah kerap kali digambarkan oleh para ekonom terkemuka di Indonesia sebagai “otak yang paling cemerlang di Indonesia” (the best mind in the country).
Tom, begitu sapaan akrabnya, dalam 12 tahun terakhir, telah berhasil menggalang dana investor--mayoritas dari investor asing--sebesar 1,47 miliar dolar AS (sekitar Rp 17 triliun, pada kurs saat ini), yang di-invest ke dalam sekitar dua lusin investasi.
"Investasi-investasi ini sangat berhasil dan memberikan keuntungan yang sangat baik bagi investor maupun penerima investasi," ujar Thomas Lembong dalam pers rilisnya kepada Tribunnews.com, Kamis (13/8/2015).
Menurut Tom, total nilai investasi ini telah naik sebesar 150 persen atau 2,5 kali lipat modal yang ditanam. Dengan menggunakan hitungan IRR (internal rate of return), investasi yang dikelola dalam 12 tahun terakhir menghasilkan IRR 41 persen per tahun (dalam US dolar).
Sejumlah investasi terkenal yang dilakukan Tom di antaranya tahun 2001-2002, Thomas dan tim memimpin investasi konsorsium Farallon Capital (Farindo Investments) bersama-sama dengan Djarum Group untuk mengakuisisi 51 persen saham Bank BCA senilai 571 juta dolar AS. Investasi ini, didesain dengan sangat cermat dan creatif.
"BCA saat ini menjadi satu-satunya bank swasta nasional besar yang mayoritas sahamnya masih dimiliki oleh perusahaan Indonesia. Investasi ini juga sangat berhasil dan nilai dari investasi ini telah naik sebesar lebih dari 4 kali lipat," jelas pria lulusan Harvard University ini.
Investasi kedua, lanjut Tom, tahun 2005, dirinya memimpin konsorsium Farallon Capital untuk mem-back-up beberapa pengusaha nasional untuk melakukan akuisisi terhadap Adaro Coal yang pada saat itu dimiliki oleh investor asal Australia.
"Struktur investasi ini kami lakukan menggunakan model Leveraged Buy-Out (LBO)," ujarnya.
Mantan Senior Vice of President Badan Pengelolaan Perbankan Nasional (BPPN) ini mengatakan, struktur LBO memberikan kesempatan kepada perbankan untuk ikut dalam transaksi ini. Pada saat akuisisi, total investasi dari pemegang saham adalah 50 juta dolar AS.
"Saat ini nilai kapitalisasi pasar dari saham ADRO tersebut adalah lebih dari 3,5 miliar dolar AS," ujar dia.
Investasi lain, lanjut Tom, tahun 2006, dia mendirikan Quvat Management. Sampai tahun 2008, Quvat Management telah berhasil menggalang dana sebesar 493 juta dolar AS yang hampir seluruhnya diinvestasikan di Indonesia.
"Akhir tahun 2006, kami melalui Quvat Management mendanai 81 juta dolar AS untuk mendirikan perusahaan bioskop Blitz Megaplex. Blitz Megaplex menjadi pendobrak bisnis bioskop yang selama lebih dari 20 tahun dimonopoli oleh satu perusahaan, 21 Cineplex," jelas pria yang pernah bekerja di Morgan Stanley di New York dan Singapura ini.
Terkait pendirian Blitz Megaplex, Tom menjelaskan bahwa persaingan sengit antara Blitz dan Cineplex 21 mengakibatkan harga karcis bioskop turun hingga 75 persen dalam 3 tahun (2005-2008), dengan manfaat yang luar biasa bagi konsumen.
"Laju pertumbuhan industri bioskop di zaman monopoli 21 Cineplex hanya sekitar 1 hingga 2 persen per tahun. Setelah Blitz Megaplex masuk, industri perbioskopan bertumbuh 20 hingga 25 persen per tahun. Perkembangan industri kreatif dan bioskop masih tumbuh dengan sangat sehat sampai hari ini," jelasnya.
Tahun 2012, Tom dan timnya di Quvat Management berhasil mengajak CJ Group dari Korea, operator bioskop terbesar ke 5 di dunia, untuk masuk di Blitz Megaplex. Maka, di tahun 2013, omset Blitz Megaplex naik 40 persen dalam satu tahun, sehingga Blitz bisa IPO di April 2014.
"C.J. dan Quvat sudah siapkan dana dan rencana bisnis untuk Blitz Megaplex bertumbuh 4 kali lipat dari sekarang sampai akhir 2020, khususnya di daerah (secondary cities)," tutur CEO Quvant Management sejak 2006 ini.
Melihat rekam jejak Tom di bidang investasi, tak pelak para ekonom men-cap-nya sebagai sosok yang memiliki kecemerlangan praktis.
"Kecemerlangan praktis lebih penting daripada kecerdasan akademis. Tom terkenal pragmatis dan kelihatan sekali bahwa tenaga dan upaya Tom sangat terfokus pada hasil nyata yang dapat diukur secara konkret," ujar salah seorang kerabat Tom.
Selain kecemerlangan praktis, menurut kerabatnya, Tom juga memiliki kehebatan bangun organisasi dan sisdur. Quvat Management dan sister-company-nya di Indonesia, Principia Management, diakui telah menjadi “akademi” untuk profesi investasi private equity. Quvat dan Principia satu-satunya perusahaan investasi private equity di Asia Tenggara yang merekrut lulusan S-1 langsung dari universitas (UI, ITB dan UGM), dan memberikan training dan pengalaman kerja.
"Staf Quvat dan Principia sering masuk ke program MBA terkemuka di Amerika, khususnya Wharton dan Northwestern. Banyak tokoh terkemuka di perbankan, industri dan politik, anaknya kerja di Quvat dan Principia," tutunya.
Riwayat Tom Lembong:
- WNI, lahir di Jakarta tahun 1971; ayah-nya dokter jantung dari Manado, mama-nya ibu rumah tangga dari Tuban.
- Pindah ke Jerman tahun 1974-1981 usia 3 hingga 10 tahun (lancar Bahasa Jerman), kembali ke Jakarta tahun 1981-1986, SD serta SMP di Regina Pacis, Palmerah. SMA pindah ke Boston, Massachusetts, U.S.A.
- Lulus dari Harvard University tahun 1994, dengan gelar A.B. (Bachelor of Arts) di bidang arsitektur dan tata kota.
- Masuk di investment bank terkemuka Morgan Stanley tahun 1994, pertama di New York, kemudian di Singapore.
- Pindah ke Deutsche Bank tahun 1998-1999, di Jakarta, mengerjakan rekapitalisasi dan merger Bank Bumi Daya, Bank Eksim, Bank Dagang Negara dan Bank Bapindo menjadi Bank Mandiri.
- Masuk di BPPN (Badan Pengelolaan Perbankan Nasional) tahun 2000-2001, sebagai Senior Vice President dan Kepala Divisi yang bertanggung jawab atas restrukturisasi dan penyelesaian kewajiban Salim Group kepada negara akibat runtuhnya Bank BCA di krisis moneter 1998.
- Menggalang Farallon Capital, (investor hedge fund dari Amerika dengan dana yang dikelola sebesar 20 miliar dolar AS) dan Djarum Group untuk membentuk joint venture Farindo Investments 2002-2005.
- 2006-2014, menjabat sebagai CEO Quvat Management, perusahaan pengelola investasi yang didirikannya di 2006. Quvat menggalang dana sebesar 493 juta dolar AS dari investor asing, termasuk GIC Singapore(Government of Singapore Investment Corp), Abu Dhabi Investment Council (pemerintah Abu Dhabi), dan universitas-universitas dari Amerika yaitu Harvard, Stanford dan Duke.
- Menikah tahun 2002, dengan istri Ciska Wihardja, WNI lahir tahun 1973. Orang tua Ciska adalah Andreas Wihardja, pengusaha tempat tidur (merek “King Koil”, Serta, dll.). Tom dan Ciska dikaruniai 2 anak, Thalia (perempuan) lahir tahun 2004, dan Maxwell (laki) lahir tahun 2006.