TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali mengatakan pihaknya punya pandangan sendiri merespon kritikan masyarakat dan LSM antikorupsi yang mengatakan jika vonis terhadap koruptor menurun.
Menurut Hatta, vonis terhadap pelaku tindak pidana korupsi harus berdasarkan perbuatan pidana seseorang.
"Saya rasa tidak demikian. vonis kepada koruptor dari tahun ke tahun sudah tepat karena sesuai tindak pidananya. Saya pernah ditanya mengenai ringannya hukuman pelaku korupsi yang divonis 1 tahun dan saya tertarik untuk mengetahui kasus itu," kata Hatta di Gedung MA, Jakarta Pusat, Rabu (19/8/2015)
Dari kasus yang ia teliti itu, alasan seorang majelis hakim hanya memutus vonis pidana penjara 1 tahun karena korupsinya tidak sampai Rp 15 juta.
"Nah saya kembali tanya ke anda-anda semua, apakah adil pelaku korupsi yang tidak sampai Rp 15 juta dijatuhi pidana 4 tahun? Hakim itu pasti punya hati nurani," kata Hatta tanpa mau menyebutkan detail kasus yang dia maksud
Menurut Hatta, hati nurani hakim bisa digunakan saat memutus tindak pidana korupsi. Misalnya hanya 15 juta korupsinya, maka hukuman 4 tahun tidak memenuhi rasa keadilan.
Maka Hatta mengaku tak heran pelaku tersebut dikenakan Pasal 3 UU Tipikor tahun 1999 yang ancaman minimalnya 1 tahun. Bukan menerapkan Pasal 2 UU Tipikor yang ancamannya minimal 4 tahun.
"Vonis terhadap koruptor tidak bisa semuanya diberatkan sesuai keinginan publik. Hakim memiliki hati nurani dalam memvonis berdasarkan pidana yang diperbuat seseorang," kata Hatta.