TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Gerindra menyampaikan tanggapan atas Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 yang telah disampaikan Presiden Joko Widodo.
Juru Bicara Gerindra Rachem Miryam Sayidina menilai belum ada perubahan fundamental terhadap RAPBN 2016 dibandingkan APBN2015. Hal itu terlihat selama postur APBN yang 60 persen hanya anggaran rutin, maka mewujudkan keadilan ekonomi dalam konteks pluralisme.
Fraksi Gerindra, kata Rachel, menilai target pertumbuhan ekonomi 5,5 persen terlihat minimnya upaya pemerintah untuk sungguh bekerja dalam menggerakkan ekonomi. Mengingat angka pertumbuhan bisa terpenuhi hanya dengan hasil upaya masyarakat tanpa ada dorongan fiskal dari pemerintah.
"Ini tidak mencerminkan semboyan kerja, kerja, kerja yang menjadikan nama kabinet," ujar Rachel dalam Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Kamis (20/8/2015).
Rachel melanjukan inflasi yang dipatok 4,7 persen oleh pemerintah dinilai hanya menunjukkan angka agregat. Nmun belum menunjukkan dampak inflasi yang dirasakan masyarakat. Lalu, asumsi nilai tukar Rp13.400 per dolar Amerika Serikat harus dijelaskan oleh Pemerintah, apakah akan berpengaruh positif atau negatif terhadap perekonomian.
Kelima, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan yang dipatok 5,5 persen lebih rendah daripada suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 7,5 persen dinilai janggal. Pasalnya, dalam sejarahnya SPN selalu di atas suku bunga acuan Bank Indonesia.
“Target lifting minyak yang sebesar 830.000 barel per hari dinilai tidak menunjukkan adanya peningkatan dari tahun sebelumnya. Fraksi Gerindra berpandangan target ini tidak menunjukkan upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi dan mengurangi ketergantungan impor,” ungkapnya.
Selain itu, kata Rachel, target pajak tidak masuk akal karena Rp 1.565 triliun terlalu tinggi dan sulit dicapai. Hal itu mengacu capaian pajak sebelumnya.
Rachel juga menyebutkan Fraksi Partai Gerindra mengapresiasi alokasi infrastruktur sebesar Rp313,5 triliun lebih tinggi dari APBNP 2015. Namun terdapat persoalan mekanisme apa yang akan dilaksanakan Pemerintah demi merealisasikan target tersebut, sementara realisasi penyerapan anggaran belanja saat ini saja baru mencapai 26 persen. “Dan saat ini sudah bulan Agustus 2015. Kami mengharapkan pemerintah bekerja lebih keras,” tuturnya.
Fraksi Gerindra, ujar Rachel, juga mengapresiasi kenaikan dana transfer ke daerah dan dana desa. Namun, disayangkan, kenaikan Rp117 triliun tersebut lebih banyak dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK). Di sisi lain, Fraksi Partai Gerindra belum melihat adanya kesiapan dari pemerintah daerah.
Fraksi Gerindra juga meminta pemerintah mengoreksi ulang kebijakan subsidi, sehingga kewenangan yang dimiliki yakni bumi, air, dan yang terkandung di dalamnya bisa betul-betul untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.
“Pemerintah harus memperhatikan utang luar negeri (ULN). Menurut Fraksi Gerindra, ULN bagaikan ancaman bom waktu. Utang seyogianya tidak hanya dilihat dari rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Utang dalam tingkat bunga komersiil, utang dalam mata uang asing, merupakan ancaman bom waktu. Utang luar negeri akan menggelembung ketika rupiah tersungkur,” ungkapnya.