TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sanksi sosial atau social punishment sangat diperlukan untuk diterapkan ke pelaku korupsi di Indonesia. Karena selama ini masih banyak pelaku korupsi bisa tertawa di depan publik, walaupun sudah disematkan kepadanya label tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Demikian dikatakan Agus Rahardjo saat melakukan tes wawancara Capim KPK, di aula Gedung III, Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Senin (24/8/2015).
Menurut Agus, itu sangat memprihatinkan. Bahkan, banyak pelaku korupsi yang masih bergelimang harta dan dihormati banyak orang. Lihat saja ketika sejumlah orang berkumpul memberikan dukungan kepada pelaku korupsi di persidangan, bahkan usai menjalani pemeriksaan di KPK.
"Koruptor bila berhadapan dengan KPK masih ketawa-ketawa, kaya begelimang harta dan dihormati. Kalau sudah tertata dengan baik ada punishment lingkungan sekitar, menurut saya, (masyarakat) bisa dengan tidak mau bergaul atau mohon maaf, bahkan meludah kepada koruptor," kata Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) itu di hadapan Pansel Capim KPK.
Menurut Agus, gagasan sanksi sosial ini bisa menjadi faktor pendukung pendidikan yang akan ditanamkan sekaligus diajarkan kepada anak-anak sejak dini. Apalagi melalui bimbingan yang benar terhadap antikorupsi.
"Menurut saya pendidikan tidak cukup kalau anak-anak tiap hari tidak melihat contoh. Seperti Kepala sekolah jualan lembar kerja siswa, itu tidak boleh. Seorang guru koordinir darma wisata, tapi gurunya malah gratis, itu tidak boleh, karena tidak benar," tegasnya.