News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pesawat Hilang

Direktur CBA: Trigana Jatuh di Papua, Radar di Jayapura Diduga Tidak Pernah Berfungsi

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tim Penyelamat berhasil menemukan black box pesawat Trigana Air ATR 42-300 di pegunukan kawasan Oksibil Selasa (18/8/2015). Pesawat Trigana Air ATR 42-300 yang semula dinyatakan hilang akhirnya ditemukan pada 18 Agustus dalam keadaan hancur di kawasan Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Kecelakaan tersebut menelan korban 54 orang tewas. AFP PHOTO

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pesawat Trigana Air Service ATR 42-300 yang jatuh dalam penerbangan dari Jayapura ke Oksibil belum lama ini, diduga karena kelalaian Dirut Perum AirNav Indonesia.

Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, ada radar di Jayapura sejak dibeli hingga kini tidak pernah berfungsi.

"Negara sudah membeli radar di Jayapura, namun sejak dibeli sampai sekarang, radar itu diduga tidak pernah berfungsi. Dirut Air Nav harus menjelaskan hal ini," kata Uchok dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews, Senin (24/8/2015).

Uchok mengungkapkan, meskipun radar di Papua sejak dibeli hingga kini tidak beroperasi, namun Dirut AirNav masih mengalokasikan perawatan radar tersebut.

"Dugaan ini harus dijelaskan kepada rakyat, kok masih ada biaya perawatan," kata Uchok.

Menurutnya, wilayah Papua memang dikelilingi pegunungan dan lembah, disertai cuaca yang berubah-ubah secara mendadak. Bagi dunia penerbangan, kondisi seperti ini sangat rawan dan memerlukan alat bantu navigasi yang memadai atau ground-based navigation facilities.

"Kekurangan alat bantu navigasi penerbangan diduga menjadi penyebab utama seringnya kecelakaan penerbangan terjadi di Papua, termasuk pesawat Trigana. Kalau begini, negara mau dibawa ke mana?" kata Uchok.

Tingginya tingkat kecelakaan di Papua sudah sejak lama menjadi sorotan dunia international.

Dari penelusuran CBA yang dipimpin Uchok, kondisi peralatan yang memprihatinkan tidak hanya di Papua saja, tetapi juga di Bandara International Soekarno-Hatta, sudah menjadi sorotan sejak 2010, karena umurnya sudah lebih dari 30 tahun.

"Umur teknis radar hanya 15 tahun, bagaimana radar di Soekarno-Hatta yang merupakan jantung penerbangan nasional dilayani radar usia lebih dari 30 tahun? Ini kejahatan berupa kelalaian," kata Uchok.

Dari data yang dimilikinya, pergerakan pesawat di Bandara Soekarno-Hatta kini tak kurang dari 1.200 penerbangan setiap hari, 400 di antaranya penerbangan intrnasional, melayani 160 ribu penumpang.

Sejak 16 Januari 2013, navigasi pesawat udara tidak lagi ditangani PT Angkasa Pura, beralih ke BUMN yang secara khusus diadakan menangani navigasi, yaitu Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) yang lebih dikenal sebagai Air Nav Indonesia (AirNav).

"CBA memperoleh bukti, dugaan radar dibeli tetapi hingga kini tidak jalan, bukan hanya di Papua tetapi juga di berbagai lokasi," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini