TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane mengatakan, Polri hendaknya segera mengusut Dirut Perum AirNav karena radar di Bandara Sentani Jayapura, Papua, yang sejak dibeli hingga sekarang tidak dioperasikan, sehingga turut serta menyebabkan kecelakan pesawat Trigana.
"Usia radar di Bandara Soekarno-Hatta juga sudah di atas 30 tahun, padahal usia teknis radar hanya 15 tahun. Ini kelalaian yang bisa menjadi bencana nasional," kata Neta di Jakarta, Selasa (25/8/2015).
"Polri harus segera meminta keterangan Dirut Perum AirNav, sebagai BUMN yang menangani sistem radar dan navigasi udara sipil nasional. Demi keselamatan 160 ribu penumpang per hari di Bandara Soetta, Polri harus bergerak," kata Neta.
Neta menuturkan, dalam keamanan dalam negeri, Polri harus beberapa langkah berjalan di depan, yaitu dengan memastikan sistem navigasi berjalan dengan benar. Jika tidak, bencana penerbangan selalu menanti.
"Temuan Centre For Budget Analysis (CBA) tentang dugaan radar di Jayapura yang tidak berfungsi, pantas diapresiasi. Polri harus menghargai peran serta masyarakat, dengan segera mengusut Dirut AirNav," ujarnya.
Dengan banyaknya kecelakaan pesawat terbang di Indonesia, kata Neta Amerika Serikat sudah melarang perusahaan penerbangan Indonesia melayani rute ke Negeri Paman Sam. Kini Indonesia dalam kategori dua, yang artinya banyak kecelakaan.
Radar di Bandara Soekarno- Hatta yang usianya sudah di atas 30 tahun, menurut Neta, bukan perkara sederhana, karena bandara tersebut melayani 1.200 penerbangan setiap hari, 400 di antaranya merupakan penerbangan internasional.
"Jangan tunggu sampai pesawat asing mengalami kecelakaan di Indonesia, gara-gara layanan navigasi yang tidak becus. Jangan tunggu sampai Indonesia dikucilkan dunia, hanya karena navigasi menjadi 'bancakan' pejabat," katanya.
Neta juga menyoroti pegawai fiktif di AirNav, yang melibatkan Direktur Personalia. "Di mana saja pegawai fiktif, harus diungkap Polri. Jika Polri peduli pada kesalamatan publik, rakyat akan tambah yakin bahwa Polri adalah pelindung masyarakat," katanya.
Dari penelusuran IPW sendiri, kata Neta, radar yang tidak beroperasi bukan hanya di Jayapura, juga terjadi di daerah lain. ''Kalau seandainya masih ada biaya perawatan untuk radar yang tidak beroperasi, masalahnya akan bertambah parah," ujarnya.
Neta mengaku sangat kecewa pada kualitas Perum AirNav. Kalau begini, maka kedaulatan udara sekitar Kepulauan Natuna akan sulit direbut dari Singapura, yang dikuasai Negeri Singa tersebut sejak tahun 1946.
"Bayangkan saja, Presiden RI mau ke Pulau Batam, minta izin dulu ke Air Traffic System (ATS) Singapura. Padahal Presiden ke negerinya sendiri, kok minta ijin ke Singapura? Di mana kedaulatan kita? Tapi kalau kualitas manajemen AirNav seperti ini, sungguh mengecewakan," katanya.