TRIBUNNEWS.COM – Satu-satunya yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. Kalimat bijak yang sering diucapkan orang itu nampaknya harus diamini mulai sekarang.
Pasalnya makna yang terkandung dalam kalimat tersebut bisa jadi panduan bagi siapa saja yang hendak menghadapi perubahan tantangan zaman.
Sudah bukan rahasia lagi tentunya jika kehidupan sehari-hari terus berubah secara perlahan sekarang. Mulai dari perkembangan teknologi informasi dengan internet sebagai penggerak utama, hingga soal sumber daya energi bagi ketersediaan listrik di Indonesia.
Dulu Indonesia cukup puas dengan sumber energi berupa minyak bumi yang melimpah ruah. Namun, seiring perkembangan zaman yang semakin menuntut pembaharuan di berbagai bidang, ketersediaan pasokan listrik harus diperbaharui pula.
Banyak pihak mengatakan, kini sudah bukan waktunya lagi bergantung pada minyak bumi sebagai sumber energi bagi pasokan listrik.
Pasalnya para ahli menyatakan ketersediaan minyak bumi Indonesia tidak akan lagi mencukupi ketahanan energi nasional dalam jangka panjang.
Sejak tahun 2013, 50 persen konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) Indonesia pun merupakan hasil impor dari luar negeri. Sudah tentu impor tersebut memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain itu, konsumsi listrik pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Imbasnya 10 tahun mendatang cadangan BBM Indonesia diprediksi akan habis. Saat itu kebutuhan listrik Indonesia telah mencapai 47,45 juta ton SBM.
Namun, hitungan di atas kertas tersebut tidak sepantasnya membuat optimisme mewujudkan ketahanan energi nasional menurun.
Pasalnya kini tersedia satu solusi yang membuat masa depan energi Indonesia tetap cerah, yakni sumber energi non-fosil seperti uranium yang dimanfaatkan dalam Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Sumber uranium tersebut tidak perlu diimpor dari luar negeri. Berbagai daerah di Indonesia memiliki kandungan uranium yang cukup besar.
Salah satu contohnya daerah Kalan yang terletak di Kalimantan Barat. Kandungan uranium di sana diprediksi dapat membangkitkan daya hingga 3000 MW.
Adanya potensi tersebut menerbitkan harapan baru bagi pemanfaatan teknologi nuklir ramah lingkungan guna menjamin ketersediaan pasokan listrik Indonesia di masa depan.
Proses produksi daya listrik yang dilakukan PLTN tidak mencemari lingkungan. Air laut bahkan dimanfaatkan sebagai pendingin. (BATAN)
Pihak Badan Teknologi Nuklir Nasional (BATAN) sendiri telah meneliti lebih jauh soal pemanfaatan uranium tersebut. Menurut mereka, sekitar 20 gram uranium dioksida dapat membangkitkan energi setara dengan 2,24 ton batu bara.
Dengan adanya uranium yang dimanfaatkan dalam PLTN oleh BATAN, ketersediaan pasokan listrik Indonesia di masa depan akan terjamin.
Satu unit PLTN, ungkap para peneliti BATAN, mampu membangkitkan listrik hingga 1500 MW dengan biaya yang lebih hemat dibanding PLTU Batubara. Selain itu teknologi nuklir yang dimanfaatkan pun akan ramah lingkungan.
Dengan demikian, pencemaran lingkungan yang sangat parah sebagaimana terjadi di Tiongkok akibat PLTU Batubara tidak akan terjadi. Jika Indonesia benar-benar peduli terhadap permasalahan lingkungan, opsi PLTN merupakan pilihan tepat dibanding PLTU Batubara.
Untuk proses pembangunannya sendiri, PLTN yang akan bekerja sebagai pembangkit listrik berdaya besar memerlukan waktu sekitar 3-5 tahun. Pembangunannya dapat diproses mulai dari sekarang agar ketahanan energi nasional dapat terwujud dengan segera.
Saat ini sendiri Pemerintah Indonesia telah merencanakan pembangunan Reaktor Daya Eksperimental (RDE) berkapasitas 10 Mwt di Serpong, Tangerang. Proyek tersebut dilaksanakan sebagai wadah pembelajaran penguasaan PLTN sekaligus induk bagi PLTN komersial.
RDE yang telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 tersebut dapat dijadikan contoh bagi pembangunan PLTN mini di berbagai daerah seperti Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Selain itu, Pemerintah sendiri telah melindungi proyek RDE tersebut dengan payung hukum yang jelas, yakni UU no. 10 tahun 1997.
Dengan adanya potensi energi nuklir tersebut, ketahanan energi nasional dapat terwujud dalam jangka waktu 10 tahun mendatang. Konsumsi listrik yang besar tidak lagi menjadi ancaman bagi ketahanan energi Indonesia.
Bahkan bisa dibilang pemanfaatan energi nuklir yang ramah lingkungan merupakan jawaban bagi Indonesia yang hendak menghadapi perubahan tantangan zaman.
Hingga saat ini kebutuhan energi listrik di Indonesia memang meningkat cepat seiring pesatnya pembangunan di bidang industri dan kebutuhan teknologi masyarakat. Dalam sepuluh tahun terakhir, kebutuhan energi listrik di Indonesia tercatat tumbuh sebesar 6,4% per tahun.
Namun, angka pertumbuhan tersebut bukanlah angka real yang mencerminkan pertumbuhan kebutuhan energi listrik secara nyata. Tetapi, merupakan pertumbuhan kemampuan penyediaan pasokan tenaga listrik. Hal ini terlihat dari menumpuknya daftar tunggu yang terjadi di seluruh wilayah di Indonesia.
Dengan demikian, adanya pemanfaatan nuklir ramah lingkungan dalam PLTN dapat menjadi salah satu solusi bagi ketersediaan pasokan listrik Indonesia di masa depan. Ketahanan energi dalam rangka mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang energi pun dapat tercapai. (advertorial)