Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari ini, Jumat (25/9/2015) Udar Pristono melalui kuasa hukumnya, Tonin Tachta Singarimbun mengajukan banding sesuai dengan Pasal 233 jo 67 KUHAP. Sebelumnya Udar divonis penjara selama lima tahun dan denda Rp 250 juta subsider lima bulan kurungan oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (23/9/2015).
"Kami sudah ajukan banding terhadap putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat tanggal 23 September 2015 kemarin no : 16/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT/PST," kata Tonin kepada Tribunnews.com.
Tonin menuturkan permohonan banding ini sudah diterima oleh wakil panitera Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat atas nama Watty Winarti.
"Harapan kami, di banding nanti klien saya, Pak Udar bisa divonis bebas," tegasnya.
Putusan yang diterima Udar ini sangat jauh berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu dituntut penjara selama 19 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Udar Pristono oleh karena itu dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sejumlah 250 juta dengan subsider lima bulan," kata Ketua Majelis Hakim, Artha Theresia di Pengadilan Tipikor, Rabu (23/9/2015).
Dalam pembacaan putusan vonis itu, Majelis Hakim menyatakan hampir semua dakwaan dalam surat dakwaan Jaksa terhadap Pristono tidak terbukti. Dari tiga dakwaan yang diajukan Jaksa, Pristono hanya terbukti bersalah memenuhi dalam dakwaan kedua subsidair.
Pristono terbukti memenuhi unsur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pristono terbukti menerima suap dari Direktur Utama PT Jati Galih Semesta, Yeddie Kuswandy sebesar Rp 78.079.800.
"Telah terbukti menerima hadiah melalui anaknya Aldi Pradana," kata Hakim.
Suap tersebut berasal dari kelebihan penjualan mobil Toyota Kijang tipe LSX tahun 2002 dengan harga Rp 100 juta padahal harga lelang dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta hanya Rp 21.920.200.
Majelis Hakim menilai masih ada keterkaitan penjualan mobil dengan jabatan Pristono selaku Kepala Dinas Perhubungan.
Hal memberatkan bagi Pristono adalah karena perbuatan dia tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi di tanah air.
Sementara hal meringankan adalah dia dinilai berlaku sopan di persidangan, menyesali perbuatannya serta belum pernah dihukum.
Ditemui usai persidangan, Victor Antonius salah seorang Jaksa penuntut umum (JPU) mengaku akan melakukan banding atas putusan itu. Menurutnya putusan itu tidak sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
"Kami akan banding. Putusan hakim yang menyatakan tak terbukti akan kami bahas di dalam memori banding kami. Kami ada bukti-bukti yang didapat selama masa persidangan," kata Victor.
Hakim menyatakan, Udar tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dalam proyek pengadaan bus transjakarta tahun 2012-2013. Mereka hanya menyatakan, Udar bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp 78 juta.
Uang tersebut diterima dari Direktur PT Galih Semesta, Yeddy Kuswandi, yang diberikan melalui perantara anaknya, Aldi Pradana. PT Galih Semesta adalah perusahaan yang sempat menjadi rekanan Dinas Perhubungan DKI.
"Itu kan penilaian majelis hakim. Kita hormati. Namun, kami punya pandangan lain," tuturnya.
Sementara itu, Udar Pristono yang menggunakan batik berwarna cokelat mengatakan bahwa putusan vonis itu memang sesuai dengan fakta dimana dia tidak terbukti melakukan korupsi dan gratifikasi.
Namun oleh Majelis Hakim, dirinya hanya dipermasalahkan soal jual mobil dinas Toyota Kijang.
"Korupsi tidak terbukti, gratifikasi tidak ada juga terbukti. Jadi saya dipermasalahkan menjual mobil Kijang yang haknya saya. Jadi mobil Kijang itu mobil dinas, sudah 10 tahun kan boleh dibeli. Jadi saya beli Rp 23 juta tadi. Trus saya jual seharga Rp 100 juta, itu kan harga pasaran," tuturnya.
Menurutnya selisih harga penjualan mobil Rp 77 juta dianggap tindakan korupsi. Sehingga, sangat jauh masalah korupsi bus Transjakarta pengadaan tahun 2012-2013 tidak benar adanya.
"Jadi karena saya membeli mobil dem-deman yang jadi hak saya. Saya jual kembali Rp 100 juta, mana ada harga kijang Rp 23 juta kan. Nah itu katanya tidak baik buat saya. Ini jalan Allah dan saya akan lihat nanti," tuturnya.