News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jokowi Diminta Evaluasi Kinerja Jaksa Agung

Penulis: Valdy Arief
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo meninjau lokasi bekas kebakaran lahan di Desa Sakakajang, Kecamatan Jaburen Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Kamis (24/9/2015). TRIBUNNEWS/CAHYO/BIRO PERS

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perlambatan ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini membuat Presiden Joko Widodo harus memaksimalkan penerimaan negara, satu di antaranya adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Namun, PNBP Kejaksaan dibawah kepemimpinan Jaksa Agung HM Prasetyo dalam Semester I tahun 2015, hanya Rp 41,8 miliar saja. Jumlah tersebut jauh dari PNBP Kejaksaan 2014 era Basrief Arief yang mencapai Rp 3,4 triliun.

Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menuding, minimnya perolehan PNBP Kejaksaan pada semester I tahun 2015 ini lebih dikarenakan faktor kepemimpinan.

"Saya kira ini persoalan minimnya perolehan PNBP ini terletak pada pimpinan kejaksaan. Mulai dari Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda Pembinaan harus bertanggungjawab atas merosotnya penerimaan PNBP," kata Uchok pada rilis yang diterima, Senin (28/9/2015).

Uchok menambahkan, kondisi demikian membuktikan bahwa kejaksaan tidak peduli dengan kondisi ekonomi Indonesia yang tengah krisis.

"Dengan besarnya PNBP yang masuk ke kas negara, tentu dapat membantu kondisi perekonomian saat ini. Harusnya kejaksaan bisa mengoptimalkan perannya. Masa PNBP semester I hanya Rp 41 miliar. Ini kan lucu, Jaksa Agung Prasetyo kinerjanya jauh dibawah kepemimpinan Basrief Arief. Padahal Jambin (Jaksa Agung Muda Pembinaan) masih sama, yaitu Bambang Waluyo," tegasnya.

Ia mengatakan, belum adanya Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan definitif menjadi faktor bahwa internal kejaksaan sedang ada konflik dan tidak ada keseriusan Jaksa Agung memimpin kejaksaan itu sendiri.

Dia pun mendesak agar Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja Jaksa Agung maupun Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin).

"Jokowi sudah saatnya mengevaluasi kinerja keduanya. Kalau perlu periksa dan audit Jambin selama ini kerjanya apa saja sampai PNBP minim seperti itu," tegasnya.

"Kenyataan yang harus dihadapi sekarang merupakan imbas dari institusi penegak hukum yang dipimpin oleh politisi. Prasetyo sudah gagal memimpin. Begitu juga para Jaksa Agung Muda dibawahnya. Seperti tidak becus kerjanya," imbuhnya.

Hal senada juga dikemukakan pengamat ekonomi hukum Yustinus Prastowo yang berpendapat seharusnya Kejaksaan menyadari bahwa peran PNBP sebenarnya sangat besar dan strategis.

"Karena terkait erat dengan pelayanan langsung yang diberikan pemerintah kepada masyarakat, sehingga potensinya besar," kata Yustinus kepada wartawan, Senin (28/9/2015).

Namun, menurutnya, Kejaksaan era Presiden Joko Widodo, pengelolaan administrasi sektor PNBP lambat sekali.

"Adanya paradigma PNBP hanya dipakai untuk membiayai kegiatan kementerian atau lembaga terkait, bukan menunjang penerimaan negara. Jadi dari sisi pemungutan dan pemanfaatan belum tepat," imbuhnya.

"Apalagi ditambah perencanaan dan pengawasan yang belum bagus. PNBP kejaksaan kan berarti terkait eksekusi putusan hakim, termasuk perampasan aset pelaku kejahatan. Namun baik perencanaan, transparansi serta akuntabilitas kejaksaan era Jokowi saat ini sangat kurang," tuturnya.

Seharusnya, kata Yustinus, Jaksa Agung HM Prasetyo meniru apa yang dilakukan Mantan Jaksa Agung Basrief Arief yang mampu mengoptimalkan PNBP melalui eksekusi pidana denda Asian Agri Rp 2,5 triliun di tahun 2014.

"Uang triliunan tersebut sudah masuk kas negara. Prestasi kejaksaan saat itu meningkat tajam. Jika semester I tahun ini hanya Rp 41 miliar, wah itu kecil sekali. Butuh keseriusan dan perbaikan administrasi," tuturnya.

Perbaikan administrasi yang dimaksud Yustinus adalah mencakup kompetensi dan integritas sumber daya manusia pimpinannya.

"Faktor minimnya PNBP yang disetor ke kas negara oleh Kejaksaan, salah satunya perencanaan yang sangat buruk, lalu integritas pegawai, ketiga keengganan memungut dan mengeksekusi kasus besar yang sensitif," ungkapnya.

Ia menyarankan, kondisi ketidakmampuan kejaksaan ini, sebaiknya perencanaan PNBP segera diintegrasikan di Kemenkeu sehingga pengawasannya multipihak.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini