TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi UU KPK dilakukan DPR bukan untuk melemahkan lembaga antirasuah itu.
Demikian disampaikan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI dari kubu Agung Laksono, Agus Gumiwang Kartasasmita kepada Tribunnews.com, Rabu (7/10/2015).
"Revisi tersebut bukan dalam rangka pelemahan KPK," kata Agus.
Dijelaskan, revisi UU KPK dilakukan dalam rangka meletakkan dan merancang ulang arsitektur hukum Indonesia yang tepat, proporsional dan secara utuh serta tidak sepotong-sepotong.
Dengan demikian akan mampu menjawab tantangan masa depan, dalam rangka negara melakukan upaya perang melawan korupsi.
"Revisi tersebut dalam rangka meletakkan dan mendesain ulang arsitektur hukum Indonesia yang tepat, proporsional dan secara utuh, tidak sepotong-sepotong," jelas Agus.
Diberitakan sebelumnya, enam fraksi di DPR mengusulkan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Bermaksud ingin menguatkan tugas dan wewenang KPK, keenam fraksi itu justru mengubah wewenang yang dimiliki KPK.
Pertama, di dalam Pasal 4 tentang Tujuan Pembentukan. KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap pencegahan tindak pidana korupsi. Dalam peraturan yang berlaku saat ini, tujuan peningkatan daya guna dan hasil guna itu diperuntukkan bagi pemberantasan korupsi.
Kemudian, frasa penuntutan yang sebelumnya terdapat di dalam aturan yang berlaku dihapuskan. Seperti di dalam Pasal 9 huruf a, Pasal 10 ayat (3), dan Pasal 11. Kemudian di dalam Pasal 27 ayat (4) tentang KPK yang membawahkan empat Dewan Eksekutif (DE).
Di dalam DE Bidang Penindakan Sub-Bidang Penuntutan yang sebelumnya ada kini hilang. Setelah itu, Bab VI hanya mengatur tentang penyelidikan dan penyidikan. Hal itu sebagaimana terdapat di dalam Bagian Kesatu Umum Pasal 40, di mana KPK hanya berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan mekanisme yang diatur di dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Sementara tugas penuntutan itu diberikan kepada jaksa yang berada di bawah lembaga Kejaksaan Agung yang diberi wewenang oleh KUHAP untuk melakukan penuntutan dam melaksanakan penetapan hakim. Hal itu sebagaimana diatur di dalam Pasal 53 revisi UU KPK.