TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute for Crimina Justice Reform (ICJR) menilai materi dalam naskah RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diinisiasi oleh DPR sudah pada taraf untuk melemahkan atau membajak lembaga antirasuah.
Demikian disampaikan peneliti ICJR, Erasmus A.T. Napitupulu kepada Tribun, Rabu (7/10/2015).
Atas hal itu, ICJR prihatin atas sikap beberapa Fraksi di Badan Legislasi DPR yang saat ini masih berencana untuk mengamandemen UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Walaupun RUU KPK sudah dihapuskan DPR dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada tahun 2013.
"ICJR melihat materi dalam naskah RUU revisinya yang diinisiasi oleh DPR sudah pada taraf digunakan untuk melemahkan atau membajak KPK," ujar Erasmus.
Dalam Rapat Baleg pada Selasa (6/10/2015) lalu beberapa anggota Dewan justru masih berusaha meyakinkan amandemen adalah jalan yang perlu ditempuh untuk memperkuat KPK.
Fraksi mengusulkan agar revisi UU KPK masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2015, bahkan dalam pembahasan kemarin RUU ini diubah, dari sebelumnya inisiatif pemerintah, diusulkan menjadi inisiatif DPR.
Dalam rapat kemarin sejumlah anggota DPR masih memanfaatkan mengungkit amandemen dan mendiskusikan beberapa rancangan terbaru mengenai revisi UU KPK. Dalam draft tersebut ICJR meilihat hal-hal krusial yang berpotensi melemahkan KPK.
Bahkan menurut ICJR ada niat untuk membajak KPK dalam pasal-pasal Revisi tersebut.
Hal itu terlihat dari KPK sengaja dibuat secara adhoc, (sementara waktu) dengan jangka waktu yang terbatas.
Menurutnya, ketentuan ini Menyederhanakan masalah penanganan korupsi Indonesia, seakan-akan masalah korupsi yang dapat diselesaikan dengan 12 tahun.
Ketentuan ini juga menitikberatkan bahwa masalah penanganan korupsi hanya kepada penegakan hukum, bukan hanya kepada pencegahan dll (sesuai fungsi KPK).
Selain itu, kewenangan KPK sengaja dibuat secara terbatas hanya untuk menangani kasus – kasus korupsi paling sedikit 50 milyar. Kondisi ini akan mengecilkan jumlah kasus yang akan di tangani oleh KPK
Dan naskah DPR membuat struktur “dewan eksekutif “ di KPK, berada di bawah Komisioner, pilihan ini tidak sesuai dengan struktur KPK sebagai lembaga Negara dan justru membuat birokrasi baru.
"Ketentuan ini sengaja melemahkan fungsi pimpinan-komisioner KPK," jelasnya.
Karena itu, ICJR merekomendasikan DPR sebaiknya menghentikan seluruh inisiatifnya untuk merevisi UU KPK. Baik dari segi Momentum dan keutuhannya Revisi UU KPK belum diperlukan.