TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPP PDI Perjuangan percaya sinergi dengan kelompok masyarakat akan dapat mendorong kader dan pengurus semakin semangat dan giat mengimplementasikan ideologi, dan memperkaya serta mempertajam garis politik partai.
Demikian disampaikan Ketua Bidang Kesehatan, Perempuan dan Anak DPP PDIP Sri Rahayu saat membuka Focus Group Discussion Pemenuhan Hak Kesehatan, Hak Perempuan dan Anak di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Jumat (16/10/2015).
Hadir sebagai pembicara antara lain Sudarto (Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika), Masruchah (Komnas Perempuan) dan Ratna Batara Munti (LBH APIK).
Peserta FGD terdiri dari kader tingkat DPD dan DPC.
“Kerjasama dan dialog dengan elemen rakyat dilakukan untuk mendengarkan suara rakyat, darimanapun suara itu berasal. Agar dapat selalu mengantisipasi kejadian terkini bukan sekedar empati dan pernyataan prihatin. Melalui kegiatan FGD, PDI Perjuangan akan tetap menempatkan rakyat sebagai pemandu arah utama kebijakan, karena rakyatlah yang merasakan segala dampak berbagai kebijakan Negara,” jelasnya.
Menurut Sri Rahayu, sinergi ini antara lain dilakukan dengan dialog dan diskusi tentang pengalaman empiris seperti mengadvokasi kasus kekerasan terhadap perempuan, pembelaan hukum dan perlindungan perempuan, pendampingan perempuan usaha kecil dan menengah, pelopor PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) inklusif, mensyukuri keberagaman Indonesia untuk memperkokoh Bhinneka Tunggal Ika, serta pegiat kesehatan anak dan remaja.
Sri Rahayu dalam kesempatan tersebut menyoroti berbagai kondisi faktual seperti dari tragedi asap, praktik intoleransi bakar membakar tempat ibadah, dan kekerasan seksual terhadap anak dapat memperlambat upaya perwujudan pemenuhan kebutuhan absolut rakyat (papan, sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan).
“PDI Perjuangan tidak menutup mata, tentang adanya elemen kelompok rakyat, khususnya perempuan yang telah bekerja di lapangan, melakukan pendampingan dan advokasi membantu rakyat. Mereka ini adalah kalangan di luar partai dengan kepekaan dan aksi yang sejalan kebutuhan rakyat dan didalamnya mengandung prinsip Trisakti,” paparnya.
Sudarto dari Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika menyoroti masih ada praktik diskriminasi terhadap perempuan sebagai warga negara maupun sebagai manusia.
“Ini tergambar dalam pengakuan Indonesia di ranah internasional bahwa memang terdapat diskriminasi dalam berbagai bentuk terhadap kaum perempuan,” katanya.
Sudarto menambahkan salah satu penyebab ketidakadilan terhadap perempuan berasal dari cara pandang, cara berpikir dan cara bertindak yang dibangun oleh masyarakat yang memposisikan laki-laki sebagai pihak yang lebih utama daripada perempuan.
Sementara Ratna Batara Munti, DirekturLBH APIK menyebutkan masih banyak kebijakan yang belum menguntungkan kaum perempuan.
“Kami mendorong agenda Prolegnas yang lebih pro perempuan,” ujar Ratna.