TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setahun yang lalu, Presiden Joko Widodo mencetuskan gagasan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia.
Gagasan ini sesuai dengan keunggulan geografis dan potensi alam Indonesia serta masa depan dunia yang mengarah ke Asia Pasifik. Lewat gagasan ini, Presiden ingin Indonesia memiliki peran strategis dalam politik dan ekonomi dunia.
“Namun, dalam setahun keperjalanannya, kemaritiman masih menjadi anak tiri dalam kebijakan pembangunan Indonesia. Beberapa lembaga pemerintahan hanya menjadikan jargon semata tanpa disertai dengan kebijakan dan program yang lebih konkrit. Bahkan masih ada unsur pemerintahan yang bingung dan salah menerjemahkan maksud dari gagasan ini. Akibatnya pembangunan yang berorientasi maritim masih sulit direalisasikan. Pemerintah ternyata belum seutuhnya berkarakter maritim,” ujar Sahat Martin Philip Sinurat, Direktur Eksekutif Centre for People Studies and Advocation (CePSA) dalam rilis yang diterima Tribunnews.com di Jakarta, Rabu (21/10/2015).
Menurut Sahat, walau berhubungan dengan laut, kemaritiman tidak cukup diurus oleh unsur pemerintahan yang berkaitan dengan laut dan maritim saja.
Setiap lembaga pemerintah, sebagai contoh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Ketenagakerjaan, ataupun Kementerian Pertanian, walau terlihat tidak berkaitan, pada kenyataannya memiliki peranan yang penting juga dalam upaya pengarusutamaan pembangunan Indonesia yang berbasis maritim.
Untuk mendukung visi jangka panjang ini, mau tidak mau setiap unsur pemerintah, mulai dari pusat hingga daerah harus berkarakter maritim.
Dengan karakter maritim, segala kebijakan dan potensi Indonesia akan didorong seoptimal mungkin untuk mampu berkontribusi secara signifikan dalam aktivitas kemaritiman.
Sahat memandang apabila pemerintah ingin menjadikan Indonesia sebagai negara dan masyarakat maritim, maka akan ada perubahan mendasar pada struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional.
Berbagai perubahan ini seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab lembaga pemerintah bidang kemaritiman saja, melainkan semua lembaga pemerintahan baik pusat maupun daerah.
“Pengarusutamaan pembangunan berbasis maritim akan menyebabkan perubahan di dalam masyarakat. Masyarakat akan mengalami perubahan sosial, budaya, dan ekonomi. Konstelasi politik, kebijakan kesehatan dan pendidikan, dan banyak faktor lainnya juga akan sangat mempengaruhi berhasil atau tidaknya pengarusutamaan ini. Sayangnya, upaya pengarusutamaan pembangunan berbasis maritim masih terjebak dalam tanggung jawab struktural saja. Tugas menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia dianggap hanya menjadi tugas Kemko Kemaritiman serta kementerian di bawah koordinasinya,” ujarnya.
Sahat menganjurkan, perubahan struktural yang dilakukan pemerintah saat ini perlu juga diikuti dengan perubahan kultural di dalam setiap lembaga pemerintah.
Pemerintah diharapkan dapat membangun mindset dan karakter maritim tidak hanya di dalam lembaga yang berkaitan langsung dengan bidang maritim saja namun juga di dalam semua lembaga pemerintah lainnya.
Pemerintah Indonesia selama berpuluh-puluh tahun telah memunggungi laut. Berbagai institusi pemerintahan dibangun dengan paradigma lama yang lebih berfokus pada daratan. Membangun pemerintahan yang berkultur maritim tidak semudah melakukan perubahan struktural.
Namun perubahan kultur ini akan memudahkan kita melangkah kembali menjadi negara maritim.
“Penjabaran pembangunan berbasis maritim harus terintegrasi dalam kebijakan di setiap institusi pemerintahan. Kebijakan pro maritim harus tergambar dalam kebijakan pendidikan, riset, tenaga kerja, serta pengembangan daerah dan kawasan. Pengarusutamaan juga terlihat dari pengelolaan pertanian, perdagangan, dan industri yang berbasis maritim. Sistem transportasi nasional, pertahanan, diplomasi luar negeri harus pula mencerminkan kebijakan yang berporoskan maritim. Yang paling utama, pemerintah dan masyarakat Indonesia harus berkarakter maritim. Ini justru merupakan tanggung jawab dari kementerian bidang pembangunan manusia dan kebudayaan. Sayang, setahun ini upaya itu masih belum banyak terlihat.” ujar Sahat di akhir pernyataannya.