TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Amnesty International Indonesia, Papang Hidayat menyebutkan wacana pengebirian pelaku pelecehan seksual terhadap anak sebagai tindakan melanggar kewajiban perlindungan Hak Asasi Manusia pada Konvensi menentang penyiksaan, perlakuan kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat.
"Konvensi itu sudah diratifikasi oleh Indonesia sejak tahun 1998," kata Papang Hidayat kepada Tribunnews di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2015).
Papang menjelaskan negara-negara yang telah meratifikasi konvensi internasional tersebut, seharusnya tidak boleh memberikan vonis kepada seorang terpidana selain hukuman penjara.
"Praktik vonis yang sebabkan sakit atau penderitaan yang hebat, itu dianggap tidak manusiawi dan merendahkan martabat," kata Peneliti Amnesty International.
Menurut Papang, seharusnya dalam perang melawan paedofilia, negara harus menguatkan sistem pencegahan.
Dia mencontohkan di beberapa negara maju, anak yang berada di usia rentan, dipandang bukan hanya milik keluarga. Namun, juga terdapat tanggung jawab negara untuk melindungi.
"Misalnya, kalau ada anak yang tidak sekolah, sementara pendidikannya gratis, orang tuanya yang kena hukuman. Mekanisme semacam ini yang harus diperkuat, jangan buat masalah baru," tuturnya.
Wacana pengebirian pelaku pedofilia sebelumnya disuarakan oleh Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa setelah semakin seringnya kasus pelecehan seksual anak.
Pengebirian yang diusulkan Khofifah menggunakan teknik kimiawi ini, mendapat tanggapan berragam dari masyarakat.