TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada tahun 2016, Kementerian Pertahanan berencana melakukan pengadaan pesawat Sukhoi.
Pengadaan ini telah dinyatakan Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu, di mana ia menyatakan akan melakukan pembelian pesawat Sukhoi jenis terbaru SU-35.
Menurut Uchok Sky Khadafi selaku Direktur Center for Budget Analysis, bila melihat daftar usulan kegiatan pengadaan alusista Kemenhan atau TNI melalui pinjaman dalam negeri untuk tahun 2015 - 2019, ada benarnya, Kemenhan akan membeli sebanyak 12 Pesawat Sukhoi dengan alokasi anggaran sebesar 840 juta dollar AS.
Sehingga setiap tahun APBN, mulai dari tahun 2016 - 2019 mengalokasi anggaran untuk pembelian Sukhoi sebesar 200 juta dollar AS per tahun untuk pengadaan 3 pesawat sukhoi.
"Dari gambaran diatas, kami dari CBA meminta kepada Komisi I DPR, yang saat ini sedang membahas anggaran Sukhoi, jangan hanya memberikan stempel menyetujui anggaran untuk pembelian sukhoi sebesar USD 840 juta. Tetapi yang lebih penting, adalah DPR harus mendorong Kemenhan untuk pengadaan Sukhoi ini jangan melalui pihak ketiga atau melalui broker seperti yang pernah dilakukan oleh PT.Trimarga Rekatama," kata Uchok di Jakarta, Selasa (27/10/2015).
Menurut Uchok, bila terus menerus pengadaan Sukhoi dilakukan oleh PT. Trimegah Rekatama atau pihak ketiga dan alokasi untuk pembelian itu tiap tahunnya sebesar 200 juta dollar AS, maka akan ada potensi kehilangan uang negara sebesar 15-20 persen, sebagai imbalan dalam dugaan bentuk fee.
"Untuk itu DPR harus mendorong Kemenhan dalam pengadaan Sukhoi ini menggunakan skema perjanjian antara negara atau G to G. Pasalnya, proyek pengadaan Sukhoi ini nilai besar sekali, dan kalau tetap melalui broker, maka tidak ada penghematan dalam pembelian Sukhoi," kata Uchok.
Uchok menegaskan, seharusnya harga satu Sukhoi dalam alokasi anggaran sebesar 70 juta dollar AS, tepi jika dari broker, Kemhan harus membeli sampai sebesar 98 juta dollar AS.
"Yang yang terakhir adalah untuk panglima TNI, dan TNI AU, diminta juga untuk mendukung pembelian Sukhoi harus melalui perjanjian antara negara, bukan melalui broker," imbuhnya.