TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dualisme kepengurusan di dalam tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) belum usai.
Meskipun, MA mengabulkan gugatan PPP versi Muktamar Jakarta yang dipimpin Djan Faridz.
Politikus PPP Syaifullah Tamliha berharap Djan Faridz dan Ketua Umum PPP versi Muktamar Surabaya Romahurmuziy (Romy) duduk bersama menyelesaikan konflik yang ada.
"Kan sudah lama bilang ini seperti minyak dan air," kata Tamliha di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/11/2015).
Ia menilai konflik dualisme kepengurusan itu suli dicari jalan keluarnya. Kecuali, menggelar Muktamar Luar Biasa.
"Silakan di situ, yang saya asumsikan, masalah ini bisa tidak mau luar biasa mungkin saja sudah kantongnya tipis. Jadi tidak mau lagi dia bertarung di situ," ungkap anggota Komisi I DPR itu.
Tamliha menegaskan Muktamar Luar Biasa tidak akan mengganggu kesiapan partai berlambang Ka'bah itu terganggu. Sebab, Muktamar memiliki aturan tersendiri.
"Apa urusannya dengan pilkada? Pilkada sudah deket kok, Muktamar luar biasa itu kan sudah punya aturan, harus disetujui 3/4 dr jumlah peserta," tuturnya.
Ia pun berharap tidak ada partai baru pecahan PPP yang muncul karena konflik tersebut. Diketahui, sejumlah pengamat memprediksi adanya partai baru karena konflik PPP yang berkepanjangan.
"Kalau mau gabung silakan saja ke Partai Idaman, jangan dibikin baru. Enggak perlu ada PPP Perjuangan. Muktamar luar biasa itu jalan baik," kata Tamliha.