TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menggunakan jasa pelobi profesional merupakan suatu hal yang sudah umum terjadi saat ini menurut anggota DPD RI, Nono Sampono.
Jasa tersebut sudah umum dimanfaatkan di Amerika Serikat (AS) untuk merayu para pembuat kebijakan.
Oleh karena itu menurut Nono Sampono, tidak heran bila jasa tersebut juga dimanfaatkan untuk merayu orang nomor satu di negri Paman Sam itu, yakni Presiden AS, Barrack Obama.
"Fenomena baru, hubungan antar bangsa itu diwarnai dengan hadirnya fenomena tersebut," ujar Nono kepada wartawan saat ditemui usai menghadiri acara diskusi di restoran Dua Nyonya Jakarta, Minggu (8/11/2015).
Mantan Komandan Paspampres ini mencontohkan, di Indonesia mungkin akan sangat sulit untuk mengupayakan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo melalui jalur protokoler resmi. Kata dia, bisa jadi untuk bertemu Presiden akan lebih mudah, bila melalui jalur relawan.
Selain melalui jasa pelobi profesional, untuk bertemu seorang presiden menurutnya bisa melalui jalur pengusaha. Pengusaha tentunya memiliki hubungan yang erat dengan Presiden AS, sama eratnya seperti kepala negara sahabat.
"Tapi soal isu (pemerintah) Indonesia menyewa jasa pelobi. Saya belum tahu," terangnya.
Presiden Joko Widodo, dituduh telah menyewa jasa pelobi profesional, saat menemui Presiden Barrack Obama di gedung putih pada Oktober lalu. Tudingan tersebut dilontarkan oleh dosen Ilmu Politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studie, Michael Buehler.
Dalam artikelnya yang dipublikasikan melalui situs asiapacific.anu.edu.au. Michael Beuhler menuding Indonesia telah menyewa jasa pelobi profesional yang berbasis di Singapura, Pereira International PTE LTD. Perusahaan tersebut kemudian memanfaatkan jasa perusahaan serupa yang berbasis di Laa Vegas AS, R&R Partners, Inc.
Tak tanggung tanggung, Michael Beuhler menuding untuk membayar jasa para pelobi profesional itu, pemerintah Indonesia merogoh kocek hingga 80 ribu dollar AS.
Sementara itu, Kementerian Luar Negri (Kemenlu) melalui siaran persnya yang diterima Tribunnews.com membantah tudingan tersebut.