TRIBUNNEWS.COM - Setelah penggantian 5 menteri dan 1 pejabat setingkat menteri pada 12 Agustus lalu, isu perombakan Kabinet Kerja belakangan ini kembali muncul. Bisik-bisik tentang menteri yang akan diganti hingga proporsi pembagian kursi kabinet untuk partai, belakangan mudah didengar.
Posisi menteri atau pejabat setingkat menteri untuk Partai Amanat Nasional (PAN) menjadi salah satu isu dalam wacana perombakan kabinet belakangan ini.
Hal yang wajar karena Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, pada 2 September lalu, menyatakan partainya bergabung dengan koalisi pendukung Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Isu terkait posisi di kabinet untuk PAN ini makin mencuat ketika sejumlah kader partai itu mulai bicara tentang perombakan kabinet.
Bahkan, sejumlah nama disebut mulai disiapkan PAN, seperti Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, Wakil Ketua Umum PAN Asman Abnur, dan Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno.
Di tengah berbagai wacana perombakan kabinet ini, Zulkifli terlihat memilih berusaha banyak diam.
Setiap ditanya tentang isu perombakan kabinet, jawaban Zulkifli selama ini sama. "Itu hak prerogatif Presiden, kami siap jika diminta". Normatif, diiplomatis, dan singkat.
Namun, bukan berarti tidak ada sinyal yang ditunjukkan Zulkifli terkait perombakan kabinet. Sinyal itu, meski halus, terlihat antara lain dalam kunjungannya ke Sukabumi, Jawa Barat, dan kemudian Tuban serta Lamongan, Jawa Timur, pada pekan lalu.
Kunjungan itu, dalam daftar acara, disebut dalam rangka kampanye pemenangan pemilihan kepala daerah serentak 2015. Ada sekitar 80 daerah di mana PAN mengusung kader sendiri.
Saat memimpin apel pemenangan pilkada di Sukabumi, Rabu (4/11), misalnya, Zulkifli cukup lama berbicara mengenai partai politik dan cita-cita kekuasaan.
Sebanyak empat kali, Zulkifli menyebut kata 'kekuasaan', meski saat itu disampaikan dalam konteks kampanye pilkada.
"Setiap partai politik tentu ingin merebut kekuasaan untuk bisa melaksanakan cita-cita partai. Kalau parpol tidak menjadi anggota DPR, DPRD, gubernur, wali kota, presiden, maka parpol tidak berdaya, sama saja dengan ormas!" ujar Zulkifli yang disambut dengan tepuk tangan membahana dari ratusan kader PAN yang hadir di acara itu.
Ketika kampanye di Tuban dan Lamongan, Jawa Timur, Kamis (5/11), Zulkifli memang tak lagi menyebut cita-cita kekuasaan partai.
Namun, di awal orasi, ia mengungkit kedekatan PAN dengan pemegang kekuasaan saat ini, yaitu Presiden Joko Widodo yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
"Saya kemarin bermalam di Surabaya. Nanti saya sempat mau bermalam lagi di Jawa Timur. Tetapi, tiba-tiba Pak Jokowi minta agar saya ke Lampung bersama-sama. Jadi, sore ini saya kembali lagi ke Jakarta," kata Zulkifli, saat di Tuban.
Pertemuan
Seusai memimpin kampanye di Tuban dan Lamongan, Kamis (5/11) sore, Zulkifli segera pulang ke Jakarta. Ini karena pada Jumat (6/11) siang, ia diundang Presiden untuk mengikuti kunjungan kerja selama dua hari ke Lampung dan Sumatera Selatan.
Di tengah isu perombakan kabinet yang memanas, genap dua kali dalam pekan ini Zulkifli bertemu Presiden atas undangan langsung dari Presiden.
Selasa (3/11), ia juga diundang Presiden untuk jamuan kenegaraan dengan Presiden Finlandia Sauli Vainamo Niinisto, di Istana Negara. Saat itu, ia bahkan duduk bersebelahan dengan Presiden.
Pada saat yang sama, Selasa itu, para petinggi partai politik koalisi pendukung pemerintah mengadakan pertemuan di rumah Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, di Teuku Umar, Jakarta Pusat. Perwakilan PAN tidak hadir dalam pertemuan itu.
Eskalasi isu perombakan kabinet, tak mengherankan, ikut memancing rasa penasaran warga. Saat mengunjungi pasar tradisional di Lamongan, seorang pedagang di pasar, sembari melayani Ketua DPP PAN Viva Yoga Mauladi yang sedang berbelanja mengatakan, "Kalau menurut saya, PAN pasti dapat kursi menteri, Pak," celetuk pedagang itu. Viva Yoga hanya tersenyum, lalu tertawa kecil.
Sampai sekarang, pemberian kursi kabinet ke PAN terus berkembang menjadi isu politik. Meski memilih irit bicara, Zulkifli saat di Sukabumi telah menyatakan, tak bisa dinafikan, partai politik perlu merebut kekuasaan.
Jika tidak, partai politik menjadi tidak berdaya, sama saja dengan ormas. Sinyal telah ditangkap, Pak. (AGNES THEODORA)