TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengingatkan agar tidak ada pihak yang mencatut nama Presiden untuk kepentingan pribadi.
Ia mengatakan bahwa Presiden memiliki banyak sumber informasi untuk mengetahui hal-hal seperti kasus pencatutan nama kepada PT Freeport.
"Presiden ini mata dan telinganya banyak, sehingga (kasus) ini menjadi peringatan bagi siapapun," kata Pramono, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (17/11/2015).
Pramono menyayangkan adanya oknum yang mencatut nama Presiden untuk mencari keuntungan pribadi dari Freeport.
Ia menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo tidak akan terpengaruh oleh apapun kecuali kepentingan nasional dalam memutuskan perpanjangan kontrak Freeport.
Terkait kasus pencatutan nama, Pramono mengungkapkan bahwa Presiden telah mengetahui informasi tersebut sebelum kasus ini mencuat ke permukaan.
Pramono bahkan menyebut Presiden telah memiliki semua data tentang kasus tersebut, seperti rekaman suara dan transkrip pembicaraan.
"Tidak baik kalau simbol negara digunakan untuk hal-hal seperti itu," ujarnya.
Pramono menegaskan bahwa Presiden Jokowi selalu berpegang kepada empat konteks saat berbicara mengenai Freeport.
Empat konteks itu adalah, berkaitan dengan royalti Freeport untuk Indonesia, keharusan Freeport menjalankan divestasi, pembangunan smelter, dan pembangunan Papua.
Ia juga membantah jika Jokowi meminta saham kepada Freeport.
Terkait laporan yang dilakukan Menteri ESDM Sudirman Said, Presiden menyerahkan masalah ini sepenuhnya kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto kepada MKD dengan tuduhan melakukan tindakan tidak terpuji karena mencatut nama Presiden kepada Freeport.
Saat bertemu petinggi Freeport, Novanto didampingi seorang pengusaha, Reza Chalid.
Hal tersebut diketahui dari dokumen laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
Di bagian atas laporan ini terdapat kop berlogo Kementerian ESDM. Surat dicatat dengan nomor 9011/04/MEM/2015, perihal "laporan tindakan tidak terpuji Sdr. Setya Novanto".(*)