News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Nama Presiden dan Wapres Dicatut

Politikus PDIP Desak Setya Novanto Mundur dari Ketua DPR

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPR Setya Novanto di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (16/11/2015).

TRIBUNNEWS, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Charles Honoris mendesak Setya Novanto mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR.

Pasalnya, menurut Charles, Setya Novanto sendiri sudah mengakui bahwa dia bersama dengan pengusaha minyak Reza Chalid menemui presdir PT Freeport Indonesia (FI) yang dalam pertemuan tersebut ketiganya mendiskusikan perpanjangan kontrak FI.

"Terlepas dari ada tidaknya upaya pemerasan dari SN, pertemuan lobi-lobi ini sendiri sudah melanggar etika," ujar Charles kepada Tribun, Rabu (18/11/2015).

"Oleh karena itu, Setya Novanto harus mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR agar kegaduhan yang terus-menerus diciptakannya dapat segera selesai dan energi bangsa tidak habis untuk hal-hal seperti ini," tambahnya.

Apalagi kata dia, Setya Novanto ini sudah berhasil menyandang predikat Ketua DPR paling gaduh dalam sejarah bangsa ini.

"Kegaduhan yang diakibatkan oleh Setya Novanto ini tidak kunjung usai dan bertubi-tubi dari masalah Donald Trump, masalah pencatutan nama presiden belum lagi soal surat sakti Ketua DPR ke Pertamina untuk kepentingan perusahaan swasta," imbuhnya.

Kembali dia tegaskan, Setya Novanto harus mundur agar DPR bisa kembali fokus bertugas melayani rakyat dengan maksimal dan tidak terbebani dengan skandal demi skandal yang dilakukan oleh pimpinan DPR.

Dia meminta Setya Novanto belajar dari pengalaman di negara-negara lain, negara-negara yang lebih matang berdemokrasi seperti Jepang.

"Baru-baru ini misalnya Menteri Pertanian Jepang mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menteri dan sebagai anggota DPR karena isu skandal pendanaan politik."

"Ini dilakukan walaupun belum ada investigasi konklusif hanya karena adanya kesadaran diri sang politisi untuk menghindari kegaduhan dan tidak mengganggu roda pemerintahan," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini